MAKALAH
KONFLIK SAUDARA TIONGHOA
GURU PEMBIMBING
Abdul Somad S,s
DISUSUN OLEH
Stephanie Chantika
XII IPS 4
JL. RAYA JAKARTA KM.9,5, Citerep,
Kec. Ciruas, Kab. Serang Prov. Banten
( 2016-2019 )
Kata Pengantar
Alhamdulillah hirrobil
‘aalamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas karunia
nikmat-nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
individu mata pelajaran Sejarah Minat yang sedang membahas materi Sejarah
Kontemporer dan Konflik di Belahan Dunia.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini tidak telepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa,saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan
pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya
menerima saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah yang
saya buat ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca
Serang,
27 Januari 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
kata Pengantar……………………………………………………………….…i
|
Daftar isi……………………………………………………...……………..…....ii
|
BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………..…..1
|
1.1
Latar Belakang …………………………………………….……….1
1.2
Rumusan Masalah………………………………………………...3
1.3
Tujuan Penelitian………………………………………………….3
1.4
Manfaat Penelitian………………………………………………...3
|
BAB II : 2.1 China Sebelum Abad
Ke-20……………………………………..4
2.2 Taiwan Sebelum Abad Ke-20…………………………….……..6
|
BAB III : PEMBAHASAN……………………………………………………...11
3.1 Penyebab Tertjadinya Konflik China-Taiwan………..……....…11
|
3.2 Proses Terjadinya Konflik China-Taiwan………………….……14
3.3 Penyelesaian Konflik China-Taiwan…………………………….20
BAB IV : KESIMPULAN…………………………………………………….…24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...…26
LAMPIRAN……………………………………………………………………….
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Konflik berasal dari kata kerja
Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu
pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya
tidak berdaya. Mengenai konflik terdapat lagi istilah lain yaitu sebuah konflik
saudara merujuk kepada suatu jenis perang di mana bukan dua atau lebih negara
yang menjadi kubu yang berlawanan namun beberapa faksi (saudara) di
dalam sebuah entitas politik. Dalam bahasa Inggris perang saudara
disebut civil war yang secara harafiah artinya adalah "perang warga
sipil" atau "perang madani". https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_saudara konflik saudara ini lah
yang sedang di alami oleh China dan Taiwan. Berawal dari abad ke-17 dimana
Taiwan yang masih bersatu dengan china di jajah atau di tempati oleh penjajah Belanda
dan dijadikan sebagai pangkalan militer Belanda. Tak bertahan lama setelah
seorang loyalis Dinasti Ming yang bernama Cheng Cheng-Kung membebaskan Taiwan
dari penjajah Belanda dan mendirikan Kerajaan Tungning (1662-1683) dan beribukota
di Tainan. Kemudian Taiwan kembali di rebutkan dengan adanya serangan Dinasti
Qing yang dipimpin oleh Laksamana Shi Lang yang ingin merebut Taiwan dari
Kerajaan Tungning. Dan berhasil menguasai Taiwan.Hingga adanya kedatangan
penjajah Jepang dan ingin menguasai Taiwan. Kemudian Taiwan terus berada di
bawah protektorat Jepang sampai pada Perang Dunia ke II berakhir. Karena
kekalahan Jepang yang menyerah kepada sekutu, Taiwan kemudian di kembalikan
lagi kepada pemerintahan Republik China yang di pimpin oleh Dr. Sun Yet Sen
yang juga merupakan seorang ketua partai Kuomintang, salah satu pendiri
Republik China di Nanjing. Dr. Sun Yet Sen akhirnya menjadi Presiden Republik
China yang pertama dan memproklamasikan kemerdekaan China pada tahun 1911.
Untuk membantu Negara baru ini, Sun Yet Sen meminta bantuan Diplomatik Negara lain agar dapat berdiri kokoh. Ia
meminta bantuan ke Negara wilayah barat namun di tolak atau tidak di anggap.
Akhirnya Sun Yet Sen meminta bantuan kepada Uni Soviet yang mau membantu
Negaranya. Uni Soviet pun
menyokong Negara baru ini
dan membantu dalam pembentukan berdirinya Partai Komunis China (PKC) dan dari
sinilah mulainya sengeketa dengan Kuomintang (KMT). Posisi
ini berubah menjadi menjadi perang saudara diantara dua kubu yang berbeda ini.
Perang terjadi di China daratan antara Partai Komunis dengan Partai Nasionalis.
Konflik ini kemudian berakhir di tahun 1949 dan di menangkan oleh kubu Partai
Komunis yang kemudian mengusir kubu Partai Kuomintang dan lari ke Taiwan. Di
Taiwan Kuomintang yang di pimpin oleh Chiang Kai-Shek tiba tiba mendirikan
sebuah Negara yang di beri nama Republik China. Pendirian Negara ini karena ia
tidak ingin adanya sebuah Negara komunis ia ingin membuat negaranya sebagi
penganut sIstem nasionalis. Dan akhirnya atas pengumuman itu semakin
memperkeruh hubungan di antara dua kubu ini. Dan pada kesempatan kali ini
sesuai dengan tugas Sejarah Minat yang sedang membahas tentang Sejarah
Kontemporer Dunia dan Terjadinya Konflik
di Belahan Dunia, maka disini saya memilih sebuah konflik China-Taiwan sebagai
pembahasan saya. Saya berharap dengan adanya sebuah pembahasan pada makalah
yang saya buat ini dapat memberikan informasi dan wawasan lebih kepada para
pembaca, dan di harapkan bisa menjadi sebuah karya yang dapat membuat nilai
pelajaran Sejarah Minat saya meningkat menjadi lebih baik.
1.2
Rumusan Masalah
Sejalan dengan latar
belakang di atas, maka dapat di rumuskan
masalah sebagai berikut :
A.
Apa yang memnyebabkan terjadinya konflik saudara China-Taiwan?
B. Bagaimana proses terjadinya
Konflik China-Taiwan?
C. Bagaimana akhir dari konflik
China-Taiwan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah :
A. Untuk
mengetahui salah satu contoh konflik kontemporer Dunia
B. Agar
dapat menambah wawasan pembaca mengenai salah satu konflik kontemporer yang
terjadi di Tiongkok
C. Untuk
mengenal dan memahami konflik saudara di Tiongkok
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah :
A. Menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan tentang sejarah kontemporer Dunia
B. Menjadikan
sebuah referensi bagi para pembaca yang tertartarik mengetahui konflik
China-Taiwan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah China Sebelum Abad Ke-20
Cina adalah salah satu sejarah kebudayaan tertua di dunia.
Dari penemuan arkeologi dan antropologi, daerah Cina telah didiami oleh manusia
purba sejak 1,7 juta tahun yang lalu. Peradaban Cina berawal dari berbagai
negara kota di sepanjang lembah Sungai Kuning pada zaman Neolitikum. Sejarah
tertulis Cina dimulai sejak Dinasti shang pada tahun (l.k. 1750 SM - 1045 SM).
Sejarah telah membuktikan bahwa Cina adalah sebuah
negara-bangsa yang berhasil melalui berbagai episode kehidupan, dengan akhir
kisah yang tragis maupun bahagia. Dari sebuah bangsa besar yang dipimpin oleh
berbagai dinasti, Cina harus melewati dulu “masa penghinaan” oleh kekuatan
Eropa sejak pertengahan abad ke-19 sebelum pada akhirnya “dibebaskan” oleh
kekuatan komunis di bawah pimpinan Mao Zedong pada tahun 1949.
Cina di masa Mao adalah Cina yang “benci tapi rindu” terhadap baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet – sebuah postur politik luar negeri
yang akhirnya membuat Cina harus mengisolasi dirinya dari pergaulan
internasional. Sementara itu, di dalam negeri kesulitan rakyat memuncak akibat
petualangan politik Mao dalam Lompatan Jauh ke Depan (1958–60) dan Revolusi
Kebudayaan (1966–76).
Cina di masa Mao adalah sebuah negara sosialis di mana negara memainkan peran utama dalam pembangunan perekonomian. Di sektor industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah menghasil-kan lebih dari 60 persen gross value produksi industri. Di sektor urban, pemerintah adalah satu-satunya agen yang berwenang menetapkan harga komoditas utama, menentukan distribusi dana investasi, mengalokasikan sumber-sumber energi, mematok tingkat upah tenaga kerja, serta mengontrol kebijakan finansial dan sistem perbankan. Sistem perdagangan luar negeri juga menjadi monopoli pemerintah sejak awal tahun 1950-an.
Cina di masa Mao adalah sebuah negara sosialis di mana negara memainkan peran utama dalam pembangunan perekonomian. Di sektor industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah menghasil-kan lebih dari 60 persen gross value produksi industri. Di sektor urban, pemerintah adalah satu-satunya agen yang berwenang menetapkan harga komoditas utama, menentukan distribusi dana investasi, mengalokasikan sumber-sumber energi, mematok tingkat upah tenaga kerja, serta mengontrol kebijakan finansial dan sistem perbankan. Sistem perdagangan luar negeri juga menjadi monopoli pemerintah sejak awal tahun 1950-an.
Sejak Mao “pergi menghadap Marx” pada September 1976, Cina mulai membuka dirinya dan mengadopsi reformasi pasar
terbuka. Sejak tahun 1978 peran pemerintah pusat di bawah pimpinan Deng
Xiaoping dalam mengatur ekonomi semakin berkurang, diiringi dengan semakin
besarnya peran baik perusahaan-perusahaan swasta maupun kekuatan pasar lainnya.
Sebagai hasilnya, ekonomi Cina menunjukkan dinamisme yang mencengangkan: antara
tahun 1978 dan 1995, sumbangan Cina terhadap GDP dunia meningkat dari 5%
menjadi 10,9%. Meskipun Cina masih tergolong miskin dalam konteks pendapatan
perkapita, hasil ini telah memicu spekulasi tentang masa depan Cina. Bahkan ada
pengamat yang mengatakan bahwa dengan keberhasilan Cina untuk tidak terseret dalam
gelombang krisis ekonomi Asia, perekonomian Cina diperkirakan akan mampu
menyamai Amerika Serikat pada sekitar tahun 2015.
Cina memasuki abad ke-21 dengan sisa-sisa ideologi
sosialisnya di satu kaki dan upaya keras menjadi salah satu kekuatan dunia di kaki
yang lain. Bila semasa Mao berkuasa Cina masih menerapkan aturan-aturan yang
otokratis, pemujaan berlebihan pada sosok pemimpin negara, ortodoksi yang kaku
dan isolasionisme, maka di era 1990-an dan awal abad ke-21 ini pemerintah Cina
dihadapkan pada penduduk yang jauh lebih berpendidikan dan bisa
mengartikulasikan diri.
Cina yang tadinya memuja revolusi komunis (yang berkaitan
erat dengan radikalisme kelas pekerja, egalitarianisme, dan memusuhi
imperi-alisme Barat) telah digantikan oleh Cina yang termodernisasi, dengan
ekonomi industri kapitalis yang terintegrasi dengan dunia, penerapan konsep
demokrasi, dan pengembangan SDM melalui sistem pendidikan yang maju. Ini
merupakan bukti adanya penolakan pada revolusi atas nama modernisasi atau
dengan kata lain penolakan pada sosialisme atas nama kapitalisme.
Transisi dari ekonomi sosialis yang terpusat menuju
ekonomi pasar bebas memang menjadikan taraf kehidupan sebagian besar rakyat
Cina semakin membaik. Karenanya tidaklah mengherankan bila kemakmuran bukan
lagi menjadi barang mewah di Cina. Boom ekonomi telah membawa kemajuan besar
dalam standar kehidupan kebanyakan orang urban Cina. Meski Cina belum tentu
segera akan menjadi
masyarakat yang terbuka dan bebas, tetapi pembatasan
terhadap kebudayaan pop dan hal-hal berbahaya lainnya dari Barat telah mulai
dikurangi tiga seperempat bukti bahwa kapitalisme telah semakin dalam
menancapkan kukunya di Cina.
Transisi itu juga menimbulkan berbagai permasalahan akut
yang harus segera diatasi. Kenneth Lieberthal, seorang sinolog dari University
of Michigan, membuat daftar lima masalah tergawat yang dihadapi Cina dewasa
ini: (1) penurunan derajat mutu lingkungan hidup, (2) pengangguran, (3)
konflik-konflik separatisme yang mengarah pada disintegrasi, (4) keikutsertaan
Cina dalam WTO, dan (5) korupsi yang endemik.
Sehubungan dengan masalah yang terakhir, Cina menyadari
bahwa sebuah lingkungan politik dan sosial yang stabil merupakan kebutuhan bagi
upaya mempertahankan pembangunan ekonomi yang sehat, termasuk di dalamnya
perjuangan melawan korupsi. Inilah sebabnya mengapa pemerintah Cina sejak
permulaan reformasi telah bertekad untuk menjadikan pembangunan ekonomi sebagai
tugas utama dan bersamaan dengan itu juga berusaha keras melawan korupsi demi
menjamin stabilitas serta memajukan reformasi dan pembangunan.
Mengingat arti penting China dewasa ini dalam berbagai bidang, tidaklah berlebihan bila dinyatakan bahwa kita perlu mencermati bagaimana perkembangan budaya dan sejarahnya hingga menjadi seperti saat ini sebagai bahan refleksi yang sangat berharga. Buku ini melengkapi sejarah China dalam bahasa Indonesia karya Nio Joe Lan berjudul Tiongkok Sepandjang Abad. Setidaknya karya ini akan memudahkan para sarjana sinologi dan masyarakat pada umumnya dalam mempelajari sejarah China
Mengingat arti penting China dewasa ini dalam berbagai bidang, tidaklah berlebihan bila dinyatakan bahwa kita perlu mencermati bagaimana perkembangan budaya dan sejarahnya hingga menjadi seperti saat ini sebagai bahan refleksi yang sangat berharga. Buku ini melengkapi sejarah China dalam bahasa Indonesia karya Nio Joe Lan berjudul Tiongkok Sepandjang Abad. Setidaknya karya ini akan memudahkan para sarjana sinologi dan masyarakat pada umumnya dalam mempelajari sejarah China
2.1
Sejarah Taiwan Sebelum Abad Ke-20
Republik Tiongkok atau Taiwan [3] (Hanzi
tradisional: 中華民國; Hanzi
sederhana: 中华民国; Wade-Giles:
Chung-hua Min-kuo, Tongyong
Pinyin: JhongHuá MínGuó,Hokkien:
Tiong Hoa Bin Kok, Hanyu Pinyin: Zhōnghuá Mínguó, literal: Negara Rakyat Tionghoa)
adalah sebuah negara di Asia Timur yang saat ini menguasai daerah kepulauan Taiwan, Kepulauan Pescadores, Quemoy, dan
Kepulauan Matsu.
Kata "Taiwan" biasanya digunakan untuk merujuk kepada Republik
Tiongkok secara
keseluruhan, sementara istilah
"Tiongkok" merujuk kepada Republik Rakyat Tiongkok,
yang menguasai Tiongkok Daratan, Hong
Kong dan Makau. Republik Tiongkok (Taiwan) berbeda dengan
Republik Rakyat Tiongkok (China). Walaupun "Republik Tiongkok" adalah
nama resmi negara ini, perkataan "Tiongkok" itu sendiri sekarang
biasanya merujuk kepada Tiongkok Daratan yang pemerintahannya diambil alih oleh
Republik Rakyat Tiongkok
setelah berakhirnya pemerintahan Republik Tiongkok (1912-1949) pada
tahun 1949.
Lihat Republik Tiongkok (1912-1949) dan Perang Saudara Tiongkok
untuk keterangan lanjut.
Republik
Tiongkok (ROC) sendiri bermula di Tiongkok Daratan, setelah penggulingan
pemerintahan Dinasti Qing pada tahun 1912
menandakan penamatan 2.000 tahun pemerintahan kekaisaran. Kemunculannya di
Tiongkok Daratan adalah secara kemunculan panglima perang (war lords), Pendudukan Jepang, dan
perang saudara. Pemerintahannya di tanah besar tamat pada tahun 1949 saat
Partai Komunis Tiongkok
menggulingkan pemerintahan Partai Nasionalis Tiongkok (juga dikenal sebagai Kuomintang). Lihat
Republik Tiongkok (1912-1949)
Pemerintah
Republik Tiongkok pindah ke Pulau
Taiwan dan mendirikan ibukota sementaranya di Taipei di
mana ia terus menganggap dirinya sebagai satu-satunya pemerintah seluruh
Tiongkok, termasuk tanah daratan, yang sah. Pada masa yang sama, Komunis di
tanah daratan (mainland) menafikan kemunculan Republik Rakyat Tiongkok dan
mendakwa menjadi negara pengganti
Republik Tiongkok di seluruh negara Tiongkok (termasuk Taiwan) dan pemerintahan
nasionalis di Taiwan tidak sah. Dari pendiriannya hingga pemindahannya ke pulau
Taiwan, Republik Tiongkok telah dikatakan sebagai satu produk Kuomintang
(KMT)—sebuah partai politik yang muncul sebagai hasil revolusi yang telah
mendirikan Republik, sekalipun partai itu tidak lagi memerintah di Republik
Tiongkok.
Pemerintah
Republik Tiongkok kini telah mengukuhkan kedudukannya di Taiwan dan menjadi
identik dengan Taiwan. Oleh sebab ini, ia tidak lagi menuntut hak pemerintahan
di Tiongkok Daratan dan Mongolia. Dewan Undangan Nasional (yang tidak ada
lagi) juga telah meluluskan perubahan konstitusi untuk memberikan penduduk
Taiwan,
Pescadores, Quemoy, dan Matsu satu-satunya hak memerintah Republik melalui
pemilu, melantik presiden dan keseluruhan anggota legislatif serta bersama dalam
pemilu mengesahkan amendemen konstitusi Republik Tiongkok. Ini menandakan bahwa
pemerintah Republik mengakui bahwa hak pemerintahannya terbatas pada kawasan
taklukannya saja. Reformasi yang dimulai oleh Republik di Taiwan pada tahun 1980-an dan
tahun 1990-an
telah mengubah Taiwan dari satu kediktatoran satu
partai ke suatu negara demokrasi.
Meskipun
Perang Dingin telah tamat, status politik Taiwan
terus menjadi suatu isu hangat pada kedua belah selat Taiwan. Pemerintah
Republik Tiongkok adalah salah satu pendiri utama Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB) dan pernah menjadi salah satu anggota tetap Dewan
Keamanan. Akan tetapi, pada tahun 1971, pemerintahan ini, yang
hanya berkuasa di Taiwan saja, ditendang keluar dari PBB dan digantikan oleh
RRT. Meskipun begitu, pemerintah republik kini tidak mau mengembalikan status
anggota tetap yang terpaksa dilepaskan pada masa itu. Kini, ia hanya mau
menjadi anggota PBB sebagai negara yang berbeda dari RRT. Ia telah mencoba
masuk PBB dari masa ke masa akan tetapi gagal karena tuntutan Republik Rakyat
Tiongkok atas Taiwan. Pemerintah Republik Tiongkok terimbas oleh citra buruk
yang disebabkan oleh Kebijakan Satu Tiongkok yang
dipromosikan oleh pemerintah RRT di Tiongkok daratan di samping tekanan ekonomi
dan diplomatik negara itu. Kebanyakan negara dunia mengubah kebijakan
diplomatiknya ke pemerintah RRT di Tiongkok daratan pada tahun 1970-an dan
kini, Republik Tiongkok di Taiwan hanya diakui oleh 23 negara.
Taiwan
pernah dijajah oleh Belanda (1624-1662), kemudian dibebaskan oleh Cheng
Cheng-Kung (Koxinga) pada tahun 1662,
seorang loyalis Dinasti Ming ketika Dinasti Ming mengalami kekalahan dan
digantikan oleh Dinasti Qing, dan mendirikan pemerintahan Kerajaan
Tungning (1662-1683).
Dengan Tainan
sebagai ibukotanya, Dinasti Cheng melakukan serangkaian operasi militer dan
upaya untuk kembali merebut Tiongkok daratan yang sudah dikuasai oleh Dinasti
Qing (atau Dinasti Manchuria yang dianggap orang-orang Tiongkok/Han
adalah dinasti asing). Seperti halnya pemerintahan Republik Tiongkok pada masa
pelarian Chiang Kai Shek dan Chiang
Ching Kuo yang menyatakan akan merebut kembali Tiongkok daratan.
Dinasti Qin
akhirnya merebut pulau ini dari tangan
Dinasti Cheng di bawah pimpinan Admiral
Shi Lang sampai Jepang menguasai pulau ini (1895).
Wilayah
Taiwan yang sekarang secara de facto merupakan wilayah Republik Tiongkok
pernah menjadi protektorat Jepang setelah peperangan Tiongkok-Jepang pada akhir
abad ke-19 (1894-1895)
ketika Tiongkok masih berada di bawah Dinasti
Qing dari Manchuria yang
berbuah kekalahan Tiongkok dan perjanjian Shimonoseki
(1895) sampai berakhirnya masa Perang
Dunia II dan Taiwan diambil alih oleh pemerintahan Kuomintang.
Republik
Tiongkok didirikan pada tahun 1912
menyusul revolusi yang dilancarkan oleh Dr. Sun
Yat-sen melawan pemerintahan Dinasti Qing. Di kemudian hari,
sesuai dengan tradisi pemerintahan di Tiongkok, tahun pemerintahan diganti
menjadi tahun 1 Republik (Minguo Yuannian) untuk tahun 1912 Masehi. Republik
Tiongkok beribukota di Nanjing.
Selepas
kekalahan yang dialami Jepang pada Perang
Dunia II, Taiwan telah diberikan kepada tentara Sekutu dan
diduduki oleh Republik Tiongkok. Ia diperintah oleh pemerintahan militer yang
korup, lantas terjerumus ke dalam keadaan kelam-kabut yang mencapai puncaknya
pada peristiwa 228. Keadaan darurat telah diundangkan pada
tahun 1948.
Pada
tahun 1949,
Republik Tiongkok dipimpin oleh Chiang
Kai Shek yang berhaluan nasionalis kalah dari perang saudara
dengan Partai Komunis Tiongkok (Zhongguo Gongchandang) pimpinan Mao
Zedong dan mundur ke Taiwan. Mao Zedong kemudian
memproklamirkan berdirinya negara baru Republik Rakyat Tiongkok di Beiping,
yang kemudian diubah namanya menjadi Beijing dan
ditetapkan sebagai ibukota negara baru tersebut.
Semasa
era Perang Dingin, Republik Tiongkok ditampakkan Barat sebagai
"Tiongkok Liberal" dan suatu bentuk penentangan terhadap komunisme,
sedangkan Republik Rakyat Tiongkok telah dilihat sebagai "Tiongkok
Merah" atau "Tiongkok Komunis". Pemerintahan Republik Tiongkok
diakui sebagai satu-satunya pemerintah
seluruh
Tiongkok Daratan dan Taiwan yang sah oleh PBB dan kebanyakan negara Barat
hingga tahun 1970-an. Negara Timur juga berpendapat yang sama.
Republik
Tiongkok terus berada di bawah pemerintahan darurat
seperti yang dinyatakan di dalam "Undang-undang Darurat selama
Pemberontakan Komunis" (動員戡亂時期臨時條款) dan pemerintahan satu partai hingga empat
dekade dari tahun 1948 ke tahun 1987, saat Presiden Chiang
Ching-kuo dan Lee
Teng-hui, yaitu Presiden pertama merupakan keturunan penduduk
asli setempat, secara berangsur-angsur meliberalisasikan dan mendemokrasikan
sistem pemerintahan
Pada
tahun 2000, Chen
Shui-bian dari partai pro-kemerdekaan Partai Progresif Demokrat
(DPP) memenangi pemilu presiden dan
menjadi Presiden pertama Republik Tiongkok yang bukan dari partai KMT. Dalam
Pilpres yang berlangsung pada tahun 2004,
setelah Insiden 319 yang terjadi satu hari sebelum hari pemilu. Chen dan wakil
presiden Annete Lu tertembak sewaktu
berpawai dalam satu kampanye di kota Tainan. Chen dilantik kembali sebagai
Presiden Republik Tiongkok dengan kemenangan tipis 0,2%. Partai pimpinan Chen,
DPP, juga gagal menguasai dewan majelis dengan memenangkan mayoritas kursi, dan
kalah atas partai KMT yang menginginkan penyatuan kembali dengan Tiongkok
Daratan pada tahun 2005. Namun, DPP berhasil menguasai Dewan Nasional Republik
Tiongkok.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Penyebab terjadinya konflik saudara tiongkok
Partai Nasionalis merupakan pelapor terjadinya revolusi
di Cina yang menyebabkan berdirinya Republik Nasionalis Cina. Berdirinya
Republik Nasionalis Cina berarti menandai berakhirnya kekuasaan dinasti manchu
yang lemah dan kolot serta tidak mampu untuk mengatasi imperialisme di Cina.
Dan dengan pemerintahan Republik Nasionalis ini Cina berarti memasuki babak
baru yaitu menuju modernisasi Cina yang bisa disejajarkan dengan bangsa-bangsa
lain terutama bangsa barat.
Partai Komunis Cina yang berdiri tahun 1921 merupakan
bagian dari komintern di bawah pimpinan Rusia. Setelah itu Rusia banyak
mengirimkan penasehat-penasehatnya ke Cina untuk mengadakan perjanjian dengan
kaum Nasionalis dan membantu Partai Komunis Cina agar bisa diterima keberadaanya
di Republik Nasionalis Cina. Maka pada tanggal 26 Januari 1923 ditandatangani
perjanjian antara Dr. Sun Yat sen dengan Joffe dari utusan Rusia. Dengan adanya
perjanjian tersebut mulailah terciptanya hubungan baik antara Kuo min Tang di
Kanton dan Rusia.
Kemudian Rusia
mengirim kembali delegasinya ke Cina yang diwakili oleh Michael Borodin dan
Jenderal Blucher. Borodin oleh Dr. Sun Yat Sen dipercayakan untuk mengurus
masalah-masalah Kuo Min Tang, sedangkan Jenderal Blucher ditugaskan pada
Akademik militer di Whampoa yang didirikan pada tahun 1924 Dibawah pimpinan
Chiang Kai Shek.
Dengan masuknya
Borodin dan Blucher sebagai tangan kanan Dr. Sun Yat Sen, pengaruh komunis di
Cina mulai menonjol. Hal ini terlihat pada perubahan-perubahan yang terjadi
dalam organisasi Kuo min Tang, yang kemudian dilanjutkan dengan Kongres Partai
nasional pada tahun 1924. Ada 2 keputusan penting dalam Kongres terebut adalah
sebagai berikut :
1. Diperkenankan masuknya Partai Komunis Cina dalam
organisasi Kuo min Tang yang bertujuan memperkuat unsur-unsur revolusioner
dalam negeri Cina.
2. Menetapkan kembali azas San Min Chu I yang menjadi
dasar Partai Kuo Min Tang.
Salah seorang pemimpin Partai Komunis Cina yang masuk ke dalam Kuo Min tang adalah Mao Tze Tung yang diangkat menjadi ketua panitia propaganda dari partai baru.
Salah seorang pemimpin Partai Komunis Cina yang masuk ke dalam Kuo Min tang adalah Mao Tze Tung yang diangkat menjadi ketua panitia propaganda dari partai baru.
Perjanjian yang dibuat antara Dr. Sun Yat Sen - Rusia
menimbulkan kekawatiran negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris
dan Perancis. Karena perjanjian tersebut merupakan perjanjian politik pertama
yang ditandatangani oleh seorang pemimpin Cina Nasionalis dengan negara lain
yaitu Komunis Rusia.
Kerjasama tersebut tidak berlangsung lama, sebab Dr. Sun Yat sen mengundurkan diri dari jabatannya sabagai Presiden pada 15 Februari 1912 dan menyerahkanya kepada Yuan Shih Kai.
Kerjasama tersebut tidak berlangsung lama, sebab Dr. Sun Yat sen mengundurkan diri dari jabatannya sabagai Presiden pada 15 Februari 1912 dan menyerahkanya kepada Yuan Shih Kai.
Sementara di kanton, Chiang Kai Shek sebagai pengganti
Dr. Sun Yat Sen semakin tidak suka terhadap penasehat-penasehat Rusia dan kaum
komunis Cina. Ia beranggapan bahwa komunis dapat membahayakan persatuan
nasional Cina. Untuk itu pada tahun 1926, Chiang kai Shek memberlakukan UU
Perang dan melakukan penangkapan terhadap penasehat-penasehat Rusia dan
wakil-wakil partai komunis. Hal ini dilakukan oleh Chiang Kai Shek setelah itu
mengetahui bahwa tujuan masuknya komunis ke Cina adalah untuk menghancurkan
kaum Nasionalis.
Tindakan ini sebagai bentrokan pertama antara Chiang Kai Shek atau Partai Nasionalis dengan Partai Komunis Cina. Apalagi pada tahun 1927 pemerintah Nasionalis Cina memulangkan Borodin dan Blucher ke Rusia dan hal ini juga menyulut terjadinya perpecahan antara kaum nasionalis dan kaum komunis.
Tindakan ini sebagai bentrokan pertama antara Chiang Kai Shek atau Partai Nasionalis dengan Partai Komunis Cina. Apalagi pada tahun 1927 pemerintah Nasionalis Cina memulangkan Borodin dan Blucher ke Rusia dan hal ini juga menyulut terjadinya perpecahan antara kaum nasionalis dan kaum komunis.
Sejak saat itu pertentangan dan permusuhan antara
nasionalis dan komunis semakin mendalam, sehingga perang saudarapun tidak dapat
dielakan lagi. Dan untuk beberapa saat perang saudara dapat dihentikan, hal
disebabkan adanya penyerangan tentara Jepang ke Cina Utara. Dengan penyerangan
tersebut menimbulkan terjadinya persatuan nasionalis antara kaum nasionalis
dengan kaum komunis yang sepakat untuk melakukan perlawanan dan pengusiran tentara
jepang dari wilayah Cina.
Selama Perang Dunia II mereka bersatu, tetapi pada
hakekatnya persatuan ini hanya bentuk luarnya saja, karena diri dalam mereka
saling berusaha untuk melenyapkan lawannya. Setelah Jepang menyerah dan
berakhirnya Perang Dunia II, habislah persatuan palsu antara Nasionalis dan
Komunis.
Perang
Nasionalis dan Komunis atau perang saudara timbul kembali pada tahun 1946,
setelah mereka bersama-sama melakukan peperangan melawan Jepang (Perang Cina -
Jepang). Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perang saudara antara
lain
1. Adanya saling curiga mencurigai yang selalu berebut
pengaruh dan kekuasaan di wilayah Cina.
2. Adanya perintah Chiang Kai Shek untuk tidak mengakui
keberadaan Partai Komunis Cina.
Menurut pendapat Soebantardjo “Sari Sejarah: Asia –
Australia” (jilid I; hal 38) dikatakan bahwa sebab khusus perang saudara ini
ialah perintah Chiang kai Shek bahwa tentara Jepang tidak boleh kepada siapapun
kecuali kepada pemerintah Chungking dan tentara Jepang sebelum itu harus tetap
pada tempatnya masing-masing untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Perintah
Chiang Kai Shek ini merupakan penghinaan terhadap komunis, dan hal ini yang
menjadi sebab khusus terjadinya perang saudara antara nasionalis dan komunis.Upaya
perdamaian keduanya sudah lama dilakukan oleh Amerika Serikat, baik pada masa
pemerintahan Roosevelt sampai masa pemerintahan Trumans, namun semua usahanya
itu akhirnya sia-sia.
Dalam perang saudara ini tentara Nasionalis mengalami kekalahan terus-menerus, meskipun mandapat bantuan dari Amerika Serikat baik ekonomi maupun militer. Kekalahan Partai Nasionals disebabkan oleh :
Dalam perang saudara ini tentara Nasionalis mengalami kekalahan terus-menerus, meskipun mandapat bantuan dari Amerika Serikat baik ekonomi maupun militer. Kekalahan Partai Nasionals disebabkan oleh :
1. Korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh para
pemimpin Nasionalis terhadap bantuan AS.
2. Rasa tidak puas dikalangan tentara Nasionalis,
sehingga mereka mudah dipole propaganda pengaruhi komunis
3. Chiang Kai Shek tidak memupuk kekuatan sendiri, tetapi
hanya menyadarkan diri kepada Amerika Serikat
4. Penghentian bantuan AS, karena dipandang tidah
bermanfaat lagi.
Sedangkan kemenangan yang diperoleh tentara Komunis
disebabkan oleh :
1. Bantuan Rusia sejak awal berdirinya Partai Komunis
Cina, apalagi setelah Rusia memperoleh tuntutannya dari Jepang dimana Manchurai
dan seluruh senjata jepang diserahkan kepada Rusia. Kemudian oleh Rusia
diserahkan kepada tentara Komunis Cina. Sehingga kaum komunis Cina lebih kuat.
Begitu juga dengan kedudukan Rusia di Cina menjadi lebih kuat.
2. Dalam kalangan Komunis korupsi diberantas dengan
kejam, sehingga pemerintahan menjadi kuat.
3. Komunis membagi-bagikan tanah kepada para petani, dan
hal ini menimbulkan semangat berperang bagi para petani.
Akhirnya seluruh Cina dapat dikuasai oleh Komunis dan
pada tanggal 1 Oktober 1949, Mao Tze Tung memproklamsikan berdirinya Republik
Rakyat Cina dengan ibu kotanya Peking. Sementara Chiang Kai Shek dengan
pendukungnya pindah ke Taiwan.
3.2 Proses terjadinya
konflik
A. Long March
1934-1935
Setelah terjadinya pergantian kepemimpinan Partai Komunis
Cina ke Tang Mao Tse Tung, komunis berhasil membangun 15 basis di pedesaan dan
membentuk pemerintahan tandingan di wilayah selatan dan tengah Cina. Tahun 1934
kaum komunis mendapat serangan yang hebat dari kaum nasionalis, maka kaum
komunis di Kiangshi meninggalkan daerah tersebut untuk mencari daerah yang
lebih strategis. Maka pada tahun 1934 tersebut itu juga mereka mulai melakukan
eksodus besar-
besaran ke arah Barat laut Cina yang dikenal dengan nama
“Long March”, atau perjalanan panjang , yang dalam sejarah Cina kegiatan
tersebut sangat terkenal di kalangan masyarakat Cina.
Menurut pendapat Soebantardjo “Sari Sejarah: Asia –
Australia” (jilid I: hal 35) dikatakan bahwa alasan-alasan melakukan Long March
adalah sebagai berikut :
1. Menjauhkan diri dari pusat kegiatan komunis.
2. Mendekatkan diri kepada Rusia, agar mudah mendapatkan
bantuan ekonomi dan militer.
3. Sifat penduduk utara lebih murni (petani tulen) dari
pada daerah Cina Selatan yang telah terkena pengaruh Barat.
Tujuan akhir dari Long march adalah kota Yenan di
propinsi Shaansi, Cina Barat laut yang sudah dipersiapkan oleh salah seorang
kader komunis yaitu Kao kang. Menurut perhitungan strategis daerah Yenan berada
diluar jangkauan serangan tentara Nasionalis, sehingga mereka punya kesempatan
untuk menghimpun komunis dalam waktu yang singkat.
Long March ini memiliki arti yang sangat penting bagi
Partai Komunis Cina, karena merupakan ujian dan saringan untuk mendapatkan
tenaga inti komunis yang dapat dipercayai dan merupakan bukti kedaulatan kaum
komunis serta sepanjang perjalanan mereka menyebarkan ajaran-ajaran demokrasi
dan persamaan sosial yang merupakan paham komunis.
Menjelang akhir 1935, kaum komunis telah menempuh jarak
lebih dari 9.700 kilometer melalui rute berliku-liku untuk mencapai Provinsi
Shaansi di Cina Utara. Dari sekitar 100.000 orang pada awalnya perjalanan ini,
hanya sekitar 20.000 orang yang mampu bertahan dikota Yenan. Selama perjalanan
panjang ini Mao Tse tung memimpin Partai Komunis Cina sedangkan Chu The
memimpin tentara Merah yang merupakan pasukan inti dari Partai Komunis Cina.
Dengan bermodalnya lebih kurang 20.000 orang yang terdiri Tentara Merah dan
para kader komunis Mao Tse Tung menyusun dan
memperkokoh pemerintahan komunis di Yenan. Dan dari
pengkalan inilah nanti Mao Tse Tung dengan pasukanya akan bergerak keseluruhan
wilayah Cina.
Selama Mao Tse Tung menjalani hidupnya di kota Yenan, ia
merumuskan pandangan-pandangan yang kemudian dipaksakan diseluruh wilayah Cina.
Dalam teori-teori Mao tidak selalu terdapat konsistensi, dan dari tahun ke
tahun mengalami perubahan. Sebaliknya pikiran Mao mengalami banyak modifikasi ,
bahkan yang menyangkut hal-hal pokok sekalipun. Kendati ia mengklaim dirinya
sebagai penganut Marxisme-Leninisme dan bagian-bagian penting yang dari
pemikirannya merupakan Leninisme yang ortodok, justru sejak awal
pandangan-pandangannya mencerminkin sifat-sifat khusus pada masyarakat Cina.
Menurut William Ebenstein dan Edwin Fogelman “Isme-isme
Dewasa Ini” (hal 86), beberapa tema yang merupakan doktrin yang bersifat Maoisme
adalah sebagai berikut
1. Peranan desa lebih penting daripada kota.
1. Peranan desa lebih penting daripada kota.
2. Tentara Merah lebih penting daripada aksi massa
3. Semangat revolusi lebih penting daripada keahlian
teknis
4. Kekuatan subyektif lebih penting daripada kenyataan
obyektif.
Doktrin-doktrin inilah yang oleh mao Tse Tung dijadikan
modal dalam mencari dukungan rakyat Cina dan dengan doktrin ini jugalah hingga
akhirnya Mao Tse Tung dan partainya dapat mengalahkan kaum nasionalis dalam
perang saudara.
B. Perang Sipil China
Berlanjut 1946-1949
Pada Juli 1946, Kuomintang dengan dukungan aktif AS dan
Kungchangtang, menjerumuskan Tiongkok ke dalam perang sipil besar-besaran
dengan kebrutalan yang tiada taranya dalam sejarah Tiongkok. Chiang Kai-shek
meluncurkan sebuah ofensif kontra-revolusioner melawan TPR. Ia telah melakukan
persiapan seksama, dan pada waktu itu KMT mempunyai pasukan sebanyak hampir
tiga setengah kali lipat daripada TPR. Sumber-sumber materialnya pun jauh lebih
unggul. Ia mempunyai akses ke
industri-industri modern dan sarana-sarana komunikasi
modern, yang justru tidak dimiliki oleh TPR. Secara teoritis, seyogyanya Chiang
dapat meraih kemenangan dengan mudah.
Pada tahun pertama perang sipil (Juli 1946-Juni 1947),
Kuomintang berada pada posisi ofensif dan TPR terpaksa berada dalam posisi
defensif. Mula-mula pasukan-pasukan Chiang bergerak maju dengan cepat,
menduduki banyak kota dan daerah yang dikontrol oleh TPR. Pasukan-pasukan KMT
mencapai sesuatu yang nampak sebagai sebuah kemenangan yang menentukan tatkala
mereka merebut ibukota TPR, Yenan. Banyak pengamat menganggap hal ini sebagai
pertanda kekalahan yang menentukan bagi TPR. Tapi anggapan ini tidak tepat.
Berhadapan dengan rintangan yang sama sekali tidak menguntungkan, Mao
memutuskan untuk melakukan penarikan-mundur yang strategis. Mao mengambil
keputusan untuk tidak berupaya mempertahankan kota-kota besar dengan
pasukan-pasukan yang kurang unggul. Alih-alih ia berkonsentrasi pada
daerah-daerah pedesaan, di mana ia mempunyai basis yang solid di kalangan kaum
tani; dari sana ia dapat mengumpulkan-kembali dan mengkonsentrasikan
pasukan-pasukannya untuk melancarkan serangan balik.
Apa yang gagal disadari kaum imperialis AS dan Chiang
Kai-shek adalah bahwa senjata paling efektif yang ada di tangan TPR bukanlah
senapan atau tank, tetapi propaganda. Mao TPR menjanjikan kepada kaum tak
bertanah dan kaum tani yang kelaparan bahwa dengan berjuang untuk TPR mereka
akan bisa merebut tanah pertanian dari para tuan-tanah. Dalam hampir semua
kasus, daerah pedesaan sekitar dan kota-kota kecil telah berada di bawah
kontrol TPR jauh sebelum kota-kota besarnya. Inilah asal-muasal teori, “Desa
Mengepung Kota”.
Ketika Stalin mengubah garis Komintern dari
kebijakan-kebijakan ultra-kiri “Periode Ketiga” (1928-1934) menjadi
kebijakan-kebijakan oportunis frontisme-popular, Mao merevisi program
agrarianya. Ia meninggalkan kebijakan sebelumnya yang radikal, yakni “tanah
bagi penggarap”, dan menggantikannya dengan kebijakan yang lebih moderat, yakni
penurunan harga sewa tanah. Ia mempunyai gagasan untuk memenangkan dukungan
dari “para tuan-tanah yang progresif” (!). Tapi, setelah 1946 ia mengubah lagi
kebijakannya:
“Kebijakan agraria yang selanjutnya adalah lebih radikal
daripada kebijakan agraria dalam periode 1937-45, yang melibatkan penurunan bunga
pinjaman dan harga sewa daripada reformasi agraria yang menyeluruh; tetapi
taktik-taktik baru ini dimaksudkan bersifat gradual dan disesuaikan dengan
kondisi-kondisi setempat. Mao masih bermaksud mengikutsertakan kaum
menengah-kaya yang patriotik dalam ‘front-persatuan yang sangat luas’ yang
ingin dia pertahankan. Baru setelah beberapa tahun kaum Komunis mengontrol
daerah tersebut, semua tanah didistribusikan ulang; untuk sementara reforma
tidak boleh mempengaruhi lebih dari sepersepuluh penduduk. Mao juga menyebabkan
pemberlakuan kembali ‘tiga aturan disiplin’ dan ‘delapan pokok perhatian’;
dalam satu atau lain bentuk, ini telah mengekspresikan selama hampir dua puluh
tahun penghormatan terhadap penduduk sipil dan pencegahan terhadap penjarahan,
yang membedakan Tentara Merah dari semua tentara yang pernah dilihat kaum tani
Tiongkok pada masa silam, dan sangat berkontribusi dalam memenangkan dukungan
penduduk.” (Stuart Schram, Mao Tse-Tung, p.242.)
Kemudian para tawanan dikirim pulang untuk menyebarkan
pesan di kalangan kaum tani dan prajurit-prajurit lainnya bahwa TPR bermaksud
mendistribusikan tanah para tuan-tanah kepada kaum tani. Dengan menjanjikan
tanah kepada kaum tani, TPR berhasil memobilisir kaum tani dalam jumlah yang
sangat besar agar dapat digunakan untuk bertempur dan menyediakan dukungan
logistik. Ini terbukti sangat efektif. Tentara Chiang barangkali mengalami
tingkat desersi tertinggi dari tentara manapun dalam sejarah. Artinya, kendati
banyak jatuh korban, TPR sanggup untuk terus bertempur dengan pasokan rekrutmen
baru yang konstan.
Semasa Kampanye Huaihai saja mereka mampu memobilisir
5.430.000 kaum tani untuk bertempur melawan pasukan-pasukan KMT. Stuart Schram
menunjukkan bahwa TPR bertambah besar secara dramatis.
“Semasa 1945 pasukan-pasukan militer yang berada di bawah
komando Tentara Rute VIII dan Tentara Baru IV telah meluas dari jumlah sekitar
setengah juta menjadi sekitar satu juta orang. Pasukan Kuomintang kira-kira
empat kali lebih banyak dari jumlah tersebut. Pada pertengahan 1947, setelah
setahun perang sipil berskala besar, perbandingannya bergeser dari satu banding
empat menjadi satu banding dua.”Di
setiap
desa, TPR mendistribusikan tanah kepada kaum tani. Tetapi mereka selalu
menyisakan sejumlah kapling – untuk prajurit-prajurit dari tentara Chiang
Kai-shek. Para prajurit KMT yang tertangkap tidak dibunuh atau diperlakukan
buruk, sebaliknya mereka diberi makan dan diberi perawatan medis, dan kemudian
diberi pidato-pidato politik yang mengutuk rezim Chiang Kai-shek yang korup dan
reaksioner.
D. Kubu Nasionalis
Mundur Ke Taiwan
Setelah mengalami kekalahan dari pasukan komunis yang
dipimpin Mao Zedong, para pemimpin nasionalis termasuk Chiang Kai-shek,
Tiongkok mundur ke pulau Taiwan yang mereka jadikan sebagai ibu kota baru. Dikutip
dari laman History, peristiwa itu menandai berakhirnya perang sipil antara
pasukan nasionalis dan komunis, serta dimulainya skenario "dua
Tiongkok," dengan Tiongkok daratan berada di bawah kendali komunis hingga
saat ini.
Pada saat itu, banyak pengamat berharap bahwa berakhirnya
pertempuran, dan keputusan kubu Nasionalis Tiongkok untuk mendirikan
pemerintahan terpisah di Taiwan, akan mempermudah pemerintah asing untuk
mengakui pemerintahan komunis Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Namun, bagi Amerika Serikat, hal itu menyebabkan
persoalan diplomatik yang rumit. Para pelobi Tiongkok di AS, individu atau
kelompok yang mendukung kubu nasionalis, meminta Presiden AS Harry S. Truman
untuk terus mendukung pemerintahan Chiang Kai-shek. Langkah pemerintahan Truman
untuk mengakui pemerintah Nasionalis Taiwan, memicu kemarahan Mao, yang
kemudian menutup hubungan diplomatik dengan AS. Tapi, pada 1970an, AS berusaha
menjalin hubungan ekonomi dengan Tiongkok. AS memerlukan pemerintahan komunis
RRC, untuk menjadi penyeimbang atas kekuatan Uni Soviet. Pada 1979, AS secara
resmi mengakui RRC.
3.3 Penyelesaian Konflik
Kerjasama Tiongkok-Taiwan
yang Muncul Li Mingjiang 19 April
2010 Proposal untuk kerja sama antara
Cina daratan dan Taiwan di Laut Cina Selatan telah muncul. Beijing dan Taipei
dapat bergandengan tangan untuk mengatasi tantangan keamanan non-tradisional di
daerah tersebut. Kerja sama seperti itu akan berdampak signifikan pada sengketa
Laut Cina Selatan. Dalam masa lalu beberapa bulan, ada seruan yang meningkat untuk kerja
sama antara Cina daratan dan Taiwan di Laut Cina Selatan. Proposal ini datang
tidak hanya dari komunitas ilmiah tetapi juga kalangan pembuat kebijakan di
kedua belah pihak. Seberapa besar kemungkinan proposal ini diadopsi oleh kedua
pihak? Bagaimana mungkin kedua pihak bekerja sama di Laut Cina Selatan? Apa
dampak kerja sama tersebut terhadap sengketa Laut Cina Selatan?
UsulanUntuk waktu yang lama, para sarjana di Cina daratan dan Taiwan
memiliki pandangan bahwa kedua pihak dapat dan harus bekerja sama untuk
melindungi kepentingan bersama mereka di Laut Cina Selatan. Tetapi karena
alasan yang jelas, gagasan seperti itu jarang mendapat dukungan di tingkat
resmi. Kedua belah pihak, bagaimanapun, telah menyelenggarakan seminar bersama
tentang kerja sama dalam studi ilmiah kelautan. Sejauh ini, tujuh seminar
semacam itu telah diadakan. Sebagai refleksi dari, dan mungkin didorong oleh,
hubungan lintas-selat yang membaik, seminar bersama ketujuh diadakan pada
Agustus 2008 di mana Chen Lianzeng, wakil menteri Administrasi Kelautan Negara
Cina hadir. Chen menyerukan kerja sama konkret antara daratan Cina dan Taiwan
untuk mencegah dan mengurangi bencana maritim dan upaya bersama untuk
melindungi kepentingan bersama maritim kedua belah pihak. Para peserta seminar
lebih lanjut menyarankan agar kerja sama maritim dimasukkan dalam pembicaraan
antara Asosiasi daratan China untuk Hubungan Selat Taiwan (ARATS) dan Straits
Exchange Foundation (SEF) yang berbasis di Taiwan. Seruan untuk kerjasama
lintas selat di Laut Cina Selatan semakin meningkat dalam beberapa bulan
terakhir. Pada November 2009, di lingkungan akademik nominal di Taipei, Letnan
Jenderal (pensiunan) Li Jijun, mantan wakil presiden Akademi Ilmu Militer
Tiongkok dan mantan direktur Jenderal. Kantor Komisi Militer Pusat China, menyarankan agar Beijing dan Taipei mengoordinasikan kegiatan pertahanan mereka di Laut Cina Selatan. Selama sesi parlemen China pada bulan Maret 2010, Huang Jiaxiang, komisaris politik Armada Angkatan Laut Selatan PLA, secara tegas menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa angkatan laut Tiongkok dapat bekerja sama dengan angkatan laut Taiwan di Laut Cina Selatan. Mayor Jenderal Luo Yuan dari Akademi Ilmu Pengetahuan Militer Tiongkok juga mengusulkan selama sesi parlemen yang sama bahwa Taiwan mungkin dapat mengizinkan kapal angkatan laut China untuk memiliki akses ke dukungan logistik di pulau Itu Aba (Taiping), pulau terbesar di Spratly yang saat ini berada di bawah Kontrol Taiwan, dalam kasus krisis di Laut Cina Selatan. Pada forum kelautan lintas selat yang diadakan di Taiwan pada akhir Maret, Chen Yue, seorang pejabat senior dengan Administrasi Kelautan Negara Cina, mencatat bahwa daratan Cina dan Taiwan juga dapat menjalin kerja sama untuk melindungi kedaulatan dan yurisdiksi atas pulau Diaoyu (Senkaku) dan pulau-pulau dan pulau-pulau di Laut Cina Selatan. Chiau Wen-Yan, wakil menteri Administrasi Perlindungan Lingkungan Taiwan, mengusulkan bahwa daratan Cina dan Taiwan mungkin dapat bekerja sama untuk mengubah pulau Taiping menjadi taman perdamaian internasional dan untuk terlibat dalam kegiatan arkeologi di Laut Cina Selatan. Chen mendukung proposal Chiaw Kerjasama apa yang mungkin dilakukan?
Gagasan kerja sama Tiongkok-Taiwan daratan di Laut Cina Selatan bukanlah angan-angan. Kedua belah pihak memiliki klaim yang hampir sama di Laut Cina Selatan. Namun, mungkin terlalu dini untuk mengharapkan realisasi proposal spesifik yang digariskan oleh kedua belah pihak sejauh ini. Sebagai gantinya harus ditekankan bahwa kerja sama substantif yang melibatkan pasukan angkatan laut dari kedua belah pihak tidak akan layak dalam waktu dekat. Karena kurangnya rasa saling percaya militer antara daratan Cina dan Taiwan, sulit untuk membayangkan bahwa kedua pihak dapat menyetujui kerja sama militer yang substantif di Laut Cina Selatan. Para pembuat keputusan di Taiwan khususnya masih jauh dari siap untuk terlibat dengan rekan-rekan di daratan mereka untuk menjalin kerja sama keamanan di Laut Cina Selatan, khawatir langkah-langkah seperti itu dapat menjadi bumerang di atmosfer politik lokal. Namun demikian, peningkatan dramatis dalam hubungan lintas-selat dalam beberapa tahun
Selatan. Mengingat tren yang sedang berlangsung dalam sengketa Laut Cina Selatan, negara-negara penuntut lainnya kemungkinan besar akan memutuskan untuk bergabung dengan langkah-langkah kerja sama tersebut, meskipun orang harus mengakui bahwa ada banyak ketidakpastian. Skenario ini, jika terjadi, akan secara signifikan menstabilkan Laut Cina Selatan
BAB IV
KESIMPULAN
Dari
adanya sebuah Pemerintahan Republik Nasional China ini menjadikan pertanda
bahwa China memasuki babak baru yaitu menuju modernisasi dimana China ingin
bisa di sejajarkan dengan bangsa-bangsa lain terutama bangsa Eropa. Kemudian
pada tahun 1912 sebuah partai komunis muncul di China. Partai Komunis China ini
merupakan sebuah bentuk kerjasama dengan pihak Rusia, dimana yang kita tahu
bahwa Rusia adalah Negara yang menganut sistem Pemerintahan komunis. Keresahan
mulai di rasakan Partai Nasionalis China pada saat Dr Sun Yet Sen lengser dan
di gantikan oleh Chiang Kai Shek yang tidak suka terhadap adanya
penasihat-penasihat Rusia dan Partai Komunis China. Untuk itu pada tahun 1926,
Chiang Kai Shek memberlakukan UU perang dan melakukan penangkapan terhadap
penasihat-penasihat Rusia dan wakil-wakil partai komunis. Hal ini dilakukan
oleh Chiang Kai Shek yang mulai mengetahui bahwa tujuan masuknya komunis ke
China untuk menghancurkan Partai Nasionalis. Tindakan ini merupakan bentrokan
pertama antara Partai Nasionalis dengan Partai Komunis. Dan pada tahun 1927
pemerintah Nasional China memulangkan Borodin dan Blucher ke Rusia hal ini juga
yang membuat terjadinya perpecahan antara kaum Nasionalis dengan kaum Komunis. Sejak saat itu pertentangan dan permusuhan antara partai
nasionalis dan partai komunis semakin mendalam, sehingga perang saudarapun
tidak dapat dielakan lagi. Dan untuk beberapa saat perang saudara dapat
dihentikan, hal ini disebabkan adanya penyerangan tentara Jepang ke Cina Utara.
Dengan penyerangan tersebut menimbulkan terjadinya persatuan dan kesatuan
antara kaum nasionalis dengan kaum komunis yang sepakat untuk melakukan
perlawanan dan pengusiran tentara jepang dari wilayah Cina. Setelah keduanya
berhasil mengusir Jepang dari daratan China perseturuan keduanya kembali
memanas pada tahun 1934-1935 pada saat itu Partai Nasionalis berhasil mendominasi
di wilayah daratan China. Tidak ingin kalah dari itu Partai Komunis melakukan
starategi yang diberi nama Long March yang bertujuan untuk menjauhkan diri dari
pusat kegiatan komunis, mendekatkan diri kepada Rusia agar mudah mendapatkan
bantuan ekonomi dan militer, Sifat penduduk utara lebih murni (petani tulen)
dari pada daerah Cina Selatan yang telah terkena pengaruh Barat. Strategi inilah
yang oleh mao Tse Tung
dijadikan modal dalam mencari dukungan rakyat Cina dan
dengan doktrin ini jugalah hingga akhirnya Mao Tse Tung dan partainya dapat
mengalahkan kaum nasionalis dalam perang saudara. Kemudian Pada Juli 1946,
Kuomintang dengan mendapat dukungan
aktif dari AS dan Kung Chang Tang, menjerumuskan Tiongkok ke dalam perang sipil
besar-besaran dengan kebrutalan yang tiada taranya dalam sejarah Tiongkok.
Chiang Kai-shek meluncurkan sebuah ofensif kontra-revolusioner melawan TPR.
Namun,TPR pun tidak mau kalah ia melakukan sebuah rencana
yang menjanjikan kepada kaum tak bertanah dan kaum tani yang kelaparan bahwa
dengan berjuang untuk TPR mereka akan bisa merebut tanah pertanian dari para
tuan-tanah. Dalam hampir semua kasus, daerah pedesaan sekitar dan kota-kota
kecil telah berada di bawah kontrol TPR jauh sebelum kota-kota besarnya. Inilah
asal-muasal teori, “Desa Mengepung Kota”. Dan dari starategi ini Partai Komunis
berhasil menguasai China Daratan dan memukul mundur Partai Nasionalis. Partai
Nasionalis dan para pengikutnya melarikan diri ke Taiwan. Disana Partai
Nasionalis mendirikan Negara sendiri yang di beri nama “Republik Of China” atau
Taiwan. Meskipun sebenarnya Tiongkok atau China mengklaim bahwa itu adalah
bagian dari wilayahnya dan menggap bahwa Partai Nasionalis membangkang dari
pemerintahan China. Karena adanya peran Amerika Serikat membuat China tidak
bisa berbuat banyak lagi. Peristiwa itu menandai berakhirnya perang sipil
antara pasukan nasionalis dan komunis, serta dimulainya skenario "dua
Tiongkok," dengan Tiongkok daratan berada di bawah kendali komunis hingga
saat ini. Dan kedua Negara ini pun sekarang sudah bisa menjalin hubungan yang
baik dalam politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Daftar Pustaka
di akses pada tanggal 29 januari 2019 pukul : 14.32
di akses pada tanggal 19 januari 2019 pukul : 19.28
di akses pada tanggal 19 januari 2019 pukul :
19.34
di akses pada tanggal 19 januari 2019 pukul :
19.35
di akses pada tanggal 19 januari 2019 pukul
: 19.37
https://www.matamatapolitik.com/mengapa-perang-dengan-taiwan-lebih-buruk-daripada-perang-dengan-korea-utara/
di akses pada tanggal 19 januari 2019 pukul
: 19.38
di akses pada tanggal 22 januari 2019 pukul : 20.48
http://www.academia.edu/25913728/PAPER_GEOGRAFI_PENDUDUK_KAJIAN_NEGARA_MAJU_TAIWAN_PROGRAM_STUDI_PENDIDIKAN_GEOGRAFI di akses pada tanggal 29 januari 2019 14.59
https://id.globalvoices.org/2016/02/22/apakah-taiwan-sebuah-negara-pulau-merdeka-wilayah-yang-memisahkan-diri-atau-sebuah-provinsi-tiongkok/
di akses pada tanggal 2 februari pukul
11.12
https://www.kaskus.co.id/thread/5651b67d529a4541688b4567/civil-war-in-china/
di akses pada tanggal 6 februari 2019
pukul 20.14
di akses pada tanggal 6 februari pukul 20.17