https://konflikchina-taiwan.blogspot.com/ ASAL USUL KONFLIK CHINA-TAIWAN

Sabtu, 11 Januari 2020

Konflik Saudara Tionghoa


MAKALAH
KONFLIK SAUDARA TIONGHOA



GURU PEMBIMBING
Abdul Somad S,s

DISUSUN OLEH
Stephanie Chantika
XII IPS 4

JL. RAYA JAKARTA KM.9,5, Citerep, Kec. Ciruas, Kab. Serang Prov. Banten
( 2016-2019 )




Kata Pengantar
          Alhamdulillah hirrobil ‘aalamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas karunia nikmat-nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas individu mata pelajaran Sejarah Minat yang sedang membahas materi Sejarah Kontemporer dan Konflik di Belahan Dunia.
            Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak telepas dari bantuan  banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa,saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
            Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya menerima saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah yang saya buat ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca




Serang, 27 Januari 2019

Penyusun




DAFTAR ISI
kata Pengantar……………………………………………………………….…i
Daftar isi……………………………………………………...……………..…....ii
BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………..…..1
1.1  Latar Belakang …………………………………………….……….1
1.2   Rumusan Masalah………………………………………………...3
1.3   Tujuan Penelitian………………………………………………….3
1.4   Manfaat Penelitian………………………………………………...3
BAB II : 2.1 China Sebelum Abad Ke-20……………………………………..4
             2.2  Taiwan Sebelum Abad Ke-20…………………………….……..6
BAB III : PEMBAHASAN……………………………………………………...11
           3.1 Penyebab Tertjadinya Konflik China-Taiwan………..……....…11
           3.2 Proses Terjadinya Konflik China-Taiwan………………….……14
           3.3 Penyelesaian Konflik China-Taiwan…………………………….20
BAB IV : KESIMPULAN…………………………………………………….…24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...…26
LAMPIRAN……………………………………………………………………….
            
            
                


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Mengenai konflik terdapat lagi istilah lain yaitu sebuah konflik saudara merujuk kepada suatu jenis perang di mana bukan dua atau lebih negara yang menjadi kubu yang berlawanan namun beberapa faksi (saudara) di dalam sebuah entitas politik. Dalam bahasa Inggris perang saudara disebut civil war yang secara harafiah artinya adalah "perang warga sipil" atau "perang madani". https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_saudara konflik saudara ini lah yang sedang di alami oleh China dan Taiwan. Berawal dari abad ke-17 dimana Taiwan yang masih bersatu dengan china di jajah atau di tempati oleh penjajah Belanda dan dijadikan sebagai pangkalan militer Belanda. Tak bertahan lama setelah seorang loyalis Dinasti Ming yang bernama Cheng Cheng-Kung membebaskan Taiwan dari penjajah Belanda dan mendirikan Kerajaan Tungning (1662-1683) dan beribukota di Tainan. Kemudian Taiwan kembali di rebutkan dengan adanya serangan Dinasti Qing yang dipimpin oleh Laksamana Shi Lang yang ingin merebut Taiwan dari Kerajaan Tungning. Dan berhasil menguasai Taiwan.Hingga adanya kedatangan penjajah Jepang dan ingin menguasai Taiwan. Kemudian Taiwan terus berada di bawah protektorat Jepang sampai pada Perang Dunia ke II berakhir. Karena kekalahan Jepang yang menyerah kepada sekutu, Taiwan kemudian di kembalikan lagi kepada pemerintahan Republik China yang di pimpin oleh Dr. Sun Yet Sen yang juga merupakan seorang ketua partai Kuomintang, salah satu pendiri Republik China di Nanjing. Dr. Sun Yet Sen akhirnya menjadi Presiden Republik China yang pertama dan memproklamasikan kemerdekaan China pada tahun 1911. Untuk membantu Negara baru ini, Sun Yet Sen meminta bantuan Diplomatik  Negara lain agar dapat berdiri kokoh. Ia meminta bantuan ke Negara wilayah barat namun di tolak atau tidak di anggap. Akhirnya Sun Yet Sen meminta bantuan kepada Uni Soviet yang mau membantu Negaranya. Uni Soviet pun


menyokong Negara baru ini dan membantu dalam pembentukan berdirinya Partai Komunis China (PKC) dan dari sinilah mulainya sengeketa dengan Kuomintang (KMT). Posisi ini berubah menjadi menjadi perang saudara diantara dua kubu yang berbeda ini. Perang terjadi di China daratan antara Partai Komunis dengan Partai Nasionalis. Konflik ini kemudian berakhir di tahun 1949 dan di menangkan oleh kubu Partai Komunis yang kemudian mengusir kubu Partai Kuomintang dan lari ke Taiwan. Di Taiwan Kuomintang yang di pimpin oleh Chiang Kai-Shek tiba tiba mendirikan sebuah Negara yang di beri nama Republik China. Pendirian Negara ini karena ia tidak ingin adanya sebuah Negara komunis ia ingin membuat negaranya sebagi penganut sIstem nasionalis. Dan akhirnya atas pengumuman itu semakin memperkeruh hubungan di antara dua kubu ini. Dan pada kesempatan kali ini sesuai dengan tugas Sejarah Minat yang sedang membahas tentang Sejarah Kontemporer Dunia  dan Terjadinya Konflik di Belahan Dunia, maka disini saya memilih sebuah konflik China-Taiwan sebagai pembahasan saya. Saya berharap dengan adanya sebuah pembahasan pada makalah yang saya buat ini dapat memberikan informasi dan wawasan lebih kepada para pembaca, dan di harapkan bisa menjadi sebuah karya yang dapat membuat nilai pelajaran Sejarah Minat saya meningkat menjadi lebih baik.


1.2 Rumusan Masalah
            Sejalan dengan latar belakang di atas, maka dapat di  rumuskan masalah sebagai berikut :     
A. Apa yang memnyebabkan terjadinya konflik saudara China-Taiwan?
            B. Bagaimana proses terjadinya Konflik China-Taiwan?
            C. Bagaimana akhir dari konflik China-Taiwan?          
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
A.   Untuk mengetahui salah satu contoh konflik kontemporer Dunia
B.   Agar dapat menambah wawasan pembaca mengenai salah satu konflik kontemporer yang terjadi di Tiongkok
C.   Untuk mengenal dan memahami konflik saudara di Tiongkok
1.4 Manfaat Penelitian
            Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
A.   Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang sejarah kontemporer Dunia
B.   Menjadikan sebuah referensi bagi para pembaca yang tertartarik mengetahui konflik China-Taiwan


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah China Sebelum Abad Ke-20
Cina adalah salah satu sejarah kebudayaan tertua di dunia. Dari penemuan arkeologi dan antropologi, daerah Cina telah didiami oleh manusia purba sejak 1,7 juta tahun yang lalu. Peradaban Cina berawal dari berbagai negara kota di sepanjang lembah Sungai Kuning pada zaman Neolitikum. Sejarah tertulis Cina dimulai sejak Dinasti shang pada tahun (l.k. 1750 SM - 1045 SM).
Sejarah telah membuktikan bahwa Cina adalah sebuah negara-bangsa yang berhasil melalui berbagai episode kehidupan, dengan akhir kisah yang tragis maupun bahagia. Dari sebuah bangsa besar yang dipimpin oleh berbagai dinasti, Cina harus melewati dulu “masa penghinaan” oleh kekuatan Eropa sejak pertengahan abad ke-19 sebelum pada akhirnya “dibebaskan” oleh kekuatan komunis di bawah pimpinan Mao Zedong pada tahun 1949.
Cina di masa Mao adalah Cina yang “benci tapi rindu” terhadap baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet – sebuah postur politik luar negeri yang akhirnya membuat Cina harus mengisolasi dirinya dari pergaulan internasional. Sementara itu, di dalam negeri kesulitan rakyat memuncak akibat petualangan politik Mao dalam Lompatan Jauh ke Depan (1958–60) dan Revolusi Kebudayaan (1966–76).
Cina di masa Mao adalah sebuah negara sosialis di mana negara memainkan peran utama dalam pembangunan perekonomian. Di sektor industri, misalnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah menghasil-kan lebih dari 60 persen gross value produksi industri. Di sektor urban, pemerintah adalah satu-satunya agen yang berwenang menetapkan harga komoditas utama, menentukan distribusi dana investasi, mengalokasikan sumber-sumber energi, mematok tingkat upah tenaga kerja, serta mengontrol kebijakan finansial dan sistem perbankan. Sistem perdagangan luar negeri juga menjadi monopoli pemerintah sejak awal tahun 1950-an.



Sejak Mao “pergi menghadap Marx” pada September 1976, Cina mulai membuka dirinya dan mengadopsi reformasi pasar terbuka. Sejak tahun 1978 peran pemerintah pusat di bawah pimpinan Deng Xiaoping dalam mengatur ekonomi semakin berkurang, diiringi dengan semakin besarnya peran baik perusahaan-perusahaan swasta maupun kekuatan pasar lainnya. Sebagai hasilnya, ekonomi Cina menunjukkan dinamisme yang mencengangkan: antara tahun 1978 dan 1995, sumbangan Cina terhadap GDP dunia meningkat dari 5% menjadi 10,9%. Meskipun Cina masih tergolong miskin dalam konteks pendapatan perkapita, hasil ini telah memicu spekulasi tentang masa depan Cina. Bahkan ada pengamat yang mengatakan bahwa dengan keberhasilan Cina untuk tidak terseret dalam gelombang krisis ekonomi Asia, perekonomian Cina diperkirakan akan mampu menyamai Amerika Serikat pada sekitar tahun 2015.
Cina memasuki abad ke-21 dengan sisa-sisa ideologi sosialisnya di satu kaki dan upaya keras menjadi salah satu kekuatan dunia di kaki yang lain. Bila semasa Mao berkuasa Cina masih menerapkan aturan-aturan yang otokratis, pemujaan berlebihan pada sosok pemimpin negara, ortodoksi yang kaku dan isolasionisme, maka di era 1990-an dan awal abad ke-21 ini pemerintah Cina dihadapkan pada penduduk yang jauh lebih berpendidikan dan bisa mengartikulasikan diri.
Cina yang tadinya memuja revolusi komunis (yang berkaitan erat dengan radikalisme kelas pekerja, egalitarianisme, dan memusuhi imperi-alisme Barat) telah digantikan oleh Cina yang termodernisasi, dengan ekonomi industri kapitalis yang terintegrasi dengan dunia, penerapan konsep demokrasi, dan pengembangan SDM melalui sistem pendidikan yang maju. Ini merupakan bukti adanya penolakan pada revolusi atas nama modernisasi atau dengan kata lain penolakan pada sosialisme atas nama kapitalisme.
Transisi dari ekonomi sosialis yang terpusat menuju ekonomi pasar bebas memang menjadikan taraf kehidupan sebagian besar rakyat Cina semakin membaik. Karenanya tidaklah mengherankan bila kemakmuran bukan lagi menjadi barang mewah di Cina. Boom ekonomi telah membawa kemajuan besar dalam standar kehidupan kebanyakan orang urban Cina. Meski Cina belum tentu segera akan menjadi


masyarakat yang terbuka dan bebas, tetapi pembatasan terhadap kebudayaan pop dan hal-hal berbahaya lainnya dari Barat telah mulai dikurangi tiga seperempat bukti bahwa kapitalisme telah semakin dalam menancapkan kukunya di Cina.
Transisi itu juga menimbulkan berbagai permasalahan akut yang harus segera diatasi. Kenneth Lieberthal, seorang sinolog dari University of Michigan, membuat daftar lima masalah tergawat yang dihadapi Cina dewasa ini: (1) penurunan derajat mutu lingkungan hidup, (2) pengangguran, (3) konflik-konflik separatisme yang mengarah pada disintegrasi, (4) keikutsertaan Cina dalam WTO, dan (5) korupsi yang endemik.
Sehubungan dengan masalah yang terakhir, Cina menyadari bahwa sebuah lingkungan politik dan sosial yang stabil merupakan kebutuhan bagi upaya mempertahankan pembangunan ekonomi yang sehat, termasuk di dalamnya perjuangan melawan korupsi. Inilah sebabnya mengapa pemerintah Cina sejak permulaan reformasi telah bertekad untuk menjadikan pembangunan ekonomi sebagai tugas utama dan bersamaan dengan itu juga berusaha keras melawan korupsi demi menjamin stabilitas serta memajukan reformasi dan pembangunan.
Mengingat arti penting China dewasa ini dalam berbagai bidang, tidaklah berlebihan bila dinyatakan bahwa kita perlu mencermati bagaimana perkembangan budaya dan sejarahnya hingga menjadi seperti saat ini sebagai bahan refleksi yang sangat berharga. Buku ini melengkapi sejarah China dalam bahasa Indonesia karya Nio Joe Lan berjudul Tiongkok Sepandjang Abad. Setidaknya karya ini akan memudahkan para sarjana sinologi dan masyarakat pada umumnya dalam mempelajari sejarah China
2.1 Sejarah Taiwan Sebelum Abad Ke-20
            Republik Tiongkok atau Taiwan [3] (Hanzi tradisional: 中華民國; Hanzi sederhana: 民国; Wade-Giles: Chung-hua Min-kuo, Tongyong Pinyin: JhongHuá MínGuó,Hokkien: Tiong Hoa Bin Kok, Hanyu Pinyin: Zhōnghuá Mínguó, literal: Negara Rakyat Tionghoa) adalah sebuah negara di Asia Timur yang saat ini menguasai daerah kepulauan Taiwan, Kepulauan Pescadores, Quemoy, dan Kepulauan Matsu. Kata "Taiwan" biasanya digunakan untuk merujuk kepada Republik Tiongkok secara


keseluruhan, sementara istilah "Tiongkok" merujuk kepada Republik Rakyat Tiongkok, yang menguasai Tiongkok Daratan, Hong Kong dan Makau. Republik Tiongkok (Taiwan) berbeda dengan Republik Rakyat Tiongkok (China). Walaupun "Republik Tiongkok" adalah nama resmi negara ini, perkataan "Tiongkok" itu sendiri sekarang biasanya merujuk kepada Tiongkok Daratan yang pemerintahannya diambil alih oleh Republik Rakyat Tiongkok setelah berakhirnya pemerintahan Republik Tiongkok (1912-1949) pada tahun 1949. Lihat Republik Tiongkok (1912-1949) dan Perang Saudara Tiongkok untuk keterangan lanjut.
Republik Tiongkok (ROC) sendiri bermula di Tiongkok Daratan, setelah penggulingan pemerintahan Dinasti Qing pada tahun 1912 menandakan penamatan 2.000 tahun pemerintahan kekaisaran. Kemunculannya di Tiongkok Daratan adalah secara kemunculan panglima perang (war lords), Pendudukan Jepang, dan perang saudara. Pemerintahannya di tanah besar tamat pada tahun 1949 saat Partai Komunis Tiongkok menggulingkan pemerintahan Partai Nasionalis Tiongkok (juga dikenal sebagai Kuomintang). Lihat Republik Tiongkok (1912-1949)
Pemerintah Republik Tiongkok pindah ke Pulau Taiwan dan mendirikan ibukota sementaranya di Taipei di mana ia terus menganggap dirinya sebagai satu-satunya pemerintah seluruh Tiongkok, termasuk tanah daratan, yang sah. Pada masa yang sama, Komunis di tanah daratan (mainland) menafikan kemunculan Republik Rakyat Tiongkok dan mendakwa menjadi negara pengganti Republik Tiongkok di seluruh negara Tiongkok (termasuk Taiwan) dan pemerintahan nasionalis di Taiwan tidak sah. Dari pendiriannya hingga pemindahannya ke pulau Taiwan, Republik Tiongkok telah dikatakan sebagai satu produk Kuomintang (KMT)—sebuah partai politik yang muncul sebagai hasil revolusi yang telah mendirikan Republik, sekalipun partai itu tidak lagi memerintah di Republik Tiongkok.
Pemerintah Republik Tiongkok kini telah mengukuhkan kedudukannya di Taiwan dan menjadi identik dengan Taiwan. Oleh sebab ini, ia tidak lagi menuntut hak pemerintahan di Tiongkok Daratan dan Mongolia. Dewan Undangan Nasional (yang tidak ada lagi) juga telah meluluskan perubahan konstitusi untuk memberikan penduduk


Taiwan, Pescadores, Quemoy, dan Matsu satu-satunya hak memerintah Republik melalui pemilu, melantik presiden dan keseluruhan anggota legislatif serta bersama dalam pemilu mengesahkan amendemen konstitusi Republik Tiongkok. Ini menandakan bahwa pemerintah Republik mengakui bahwa hak pemerintahannya terbatas pada kawasan taklukannya saja. Reformasi yang dimulai oleh Republik di Taiwan pada tahun 1980-an dan tahun 1990-an telah mengubah Taiwan dari satu kediktatoran satu partai ke suatu negara demokrasi.
Meskipun Perang Dingin telah tamat, status politik Taiwan terus menjadi suatu isu hangat pada kedua belah selat Taiwan. Pemerintah Republik Tiongkok adalah salah satu pendiri utama Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan pernah menjadi salah satu anggota tetap Dewan Keamanan. Akan tetapi, pada tahun 1971, pemerintahan ini, yang hanya berkuasa di Taiwan saja, ditendang keluar dari PBB dan digantikan oleh RRT. Meskipun begitu, pemerintah republik kini tidak mau mengembalikan status anggota tetap yang terpaksa dilepaskan pada masa itu. Kini, ia hanya mau menjadi anggota PBB sebagai negara yang berbeda dari RRT. Ia telah mencoba masuk PBB dari masa ke masa akan tetapi gagal karena tuntutan Republik Rakyat Tiongkok atas Taiwan. Pemerintah Republik Tiongkok terimbas oleh citra buruk yang disebabkan oleh Kebijakan Satu Tiongkok yang dipromosikan oleh pemerintah RRT di Tiongkok daratan di samping tekanan ekonomi dan diplomatik negara itu. Kebanyakan negara dunia mengubah kebijakan diplomatiknya ke pemerintah RRT di Tiongkok daratan pada tahun 1970-an dan kini, Republik Tiongkok di Taiwan hanya diakui oleh 23 negara.
            Taiwan pernah dijajah oleh Belanda (1624-1662), kemudian dibebaskan oleh Cheng Cheng-Kung (Koxinga) pada tahun 1662, seorang loyalis Dinasti Ming ketika Dinasti Ming mengalami kekalahan dan digantikan oleh Dinasti Qing, dan mendirikan pemerintahan Kerajaan Tungning (1662-1683). Dengan Tainan sebagai ibukotanya, Dinasti Cheng melakukan serangkaian operasi militer dan upaya untuk kembali merebut Tiongkok daratan yang sudah dikuasai oleh Dinasti Qing (atau Dinasti Manchuria yang dianggap orang-orang Tiongkok/Han adalah dinasti asing). Seperti halnya pemerintahan Republik Tiongkok pada masa pelarian Chiang Kai Shek dan Chiang Ching Kuo yang menyatakan akan merebut kembali Tiongkok daratan. Dinasti Qin


akhirnya merebut pulau ini dari tangan Dinasti Cheng di bawah pimpinan Admiral Shi Lang sampai Jepang menguasai pulau ini (1895).
Wilayah Taiwan yang sekarang secara de facto merupakan wilayah Republik Tiongkok pernah menjadi protektorat Jepang setelah peperangan Tiongkok-Jepang pada akhir abad ke-19 (1894-1895) ketika Tiongkok masih berada di bawah Dinasti Qing dari Manchuria yang berbuah kekalahan Tiongkok dan perjanjian Shimonoseki (1895) sampai berakhirnya masa Perang Dunia II dan Taiwan diambil alih oleh pemerintahan Kuomintang.
Republik Tiongkok didirikan pada tahun 1912 menyusul revolusi yang dilancarkan oleh Dr. Sun Yat-sen melawan pemerintahan Dinasti Qing. Di kemudian hari, sesuai dengan tradisi pemerintahan di Tiongkok, tahun pemerintahan diganti menjadi tahun 1 Republik (Minguo Yuannian) untuk tahun 1912 Masehi. Republik Tiongkok beribukota di Nanjing.
Selepas kekalahan yang dialami Jepang pada Perang Dunia II, Taiwan telah diberikan kepada tentara Sekutu dan diduduki oleh Republik Tiongkok. Ia diperintah oleh pemerintahan militer yang korup, lantas terjerumus ke dalam keadaan kelam-kabut yang mencapai puncaknya pada peristiwa 228. Keadaan darurat telah diundangkan pada tahun 1948.
Pada tahun 1949, Republik Tiongkok dipimpin oleh Chiang Kai Shek yang berhaluan nasionalis kalah dari perang saudara dengan Partai Komunis Tiongkok (Zhongguo Gongchandang) pimpinan Mao Zedong dan mundur ke Taiwan. Mao Zedong kemudian memproklamirkan berdirinya negara baru Republik Rakyat Tiongkok di Beiping, yang kemudian diubah namanya menjadi Beijing dan ditetapkan sebagai ibukota negara baru tersebut.
Semasa era Perang Dingin, Republik Tiongkok ditampakkan Barat sebagai "Tiongkok Liberal" dan suatu bentuk penentangan terhadap komunisme, sedangkan Republik Rakyat Tiongkok telah dilihat sebagai "Tiongkok Merah" atau "Tiongkok Komunis". Pemerintahan Republik Tiongkok diakui sebagai satu-satunya pemerintah


seluruh Tiongkok Daratan dan Taiwan yang sah oleh PBB dan kebanyakan negara Barat hingga tahun 1970-an. Negara Timur juga berpendapat yang sama.
Republik Tiongkok terus berada di bawah pemerintahan darurat seperti yang dinyatakan di dalam "Undang-undang Darurat selama Pemberontakan Komunis" (動員戡亂時期臨時條款) dan pemerintahan satu partai hingga empat dekade dari tahun 1948 ke tahun 1987, saat Presiden Chiang Ching-kuo dan Lee Teng-hui, yaitu Presiden pertama merupakan keturunan penduduk asli setempat, secara berangsur-angsur meliberalisasikan dan mendemokrasikan sistem pemerintahan
Pada tahun 2000, Chen Shui-bian dari partai pro-kemerdekaan Partai Progresif Demokrat (DPP) memenangi pemilu presiden dan menjadi Presiden pertama Republik Tiongkok yang bukan dari partai KMT. Dalam Pilpres yang berlangsung pada tahun 2004, setelah Insiden 319 yang terjadi satu hari sebelum hari pemilu. Chen dan wakil presiden Annete Lu tertembak sewaktu berpawai dalam satu kampanye di kota Tainan. Chen dilantik kembali sebagai Presiden Republik Tiongkok dengan kemenangan tipis 0,2%. Partai pimpinan Chen, DPP, juga gagal menguasai dewan majelis dengan memenangkan mayoritas kursi, dan kalah atas partai KMT yang menginginkan penyatuan kembali dengan Tiongkok Daratan pada tahun 2005. Namun, DPP berhasil menguasai Dewan Nasional Republik Tiongkok.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penyebab terjadinya konflik saudara tiongkok
Partai Nasionalis merupakan pelapor terjadinya revolusi di Cina yang menyebabkan berdirinya Republik Nasionalis Cina. Berdirinya Republik Nasionalis Cina berarti menandai berakhirnya kekuasaan dinasti manchu yang lemah dan kolot serta tidak mampu untuk mengatasi imperialisme di Cina. Dan dengan pemerintahan Republik Nasionalis ini Cina berarti memasuki babak baru yaitu menuju modernisasi Cina yang bisa disejajarkan dengan bangsa-bangsa lain terutama bangsa barat.
Partai Komunis Cina yang berdiri tahun 1921 merupakan bagian dari komintern di bawah pimpinan Rusia. Setelah itu Rusia banyak mengirimkan penasehat-penasehatnya ke Cina untuk mengadakan perjanjian dengan kaum Nasionalis dan membantu Partai Komunis Cina agar bisa diterima keberadaanya di Republik Nasionalis Cina. Maka pada tanggal 26 Januari 1923 ditandatangani perjanjian antara Dr. Sun Yat sen dengan Joffe dari utusan Rusia. Dengan adanya perjanjian tersebut mulailah terciptanya hubungan baik antara Kuo min Tang di Kanton dan Rusia.
 Kemudian Rusia mengirim kembali delegasinya ke Cina yang diwakili oleh Michael Borodin dan Jenderal Blucher. Borodin oleh Dr. Sun Yat Sen dipercayakan untuk mengurus masalah-masalah Kuo Min Tang, sedangkan Jenderal Blucher ditugaskan pada Akademik militer di Whampoa yang didirikan pada tahun 1924 Dibawah pimpinan Chiang Kai Shek.
 Dengan masuknya Borodin dan Blucher sebagai tangan kanan Dr. Sun Yat Sen, pengaruh komunis di Cina mulai menonjol. Hal ini terlihat pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam organisasi Kuo min Tang, yang kemudian dilanjutkan dengan Kongres Partai nasional pada tahun 1924. Ada 2 keputusan penting dalam Kongres terebut adalah sebagai berikut :
1. Diperkenankan masuknya Partai Komunis Cina dalam organisasi Kuo min Tang yang bertujuan memperkuat unsur-unsur revolusioner dalam negeri Cina.



2. Menetapkan kembali azas San Min Chu I yang menjadi dasar Partai Kuo Min Tang.

Salah seorang pemimpin Partai Komunis Cina yang masuk ke dalam Kuo Min tang adalah Mao Tze Tung yang diangkat menjadi ketua panitia propaganda dari partai baru.
Perjanjian yang dibuat antara Dr. Sun Yat Sen - Rusia menimbulkan kekawatiran negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris dan Perancis. Karena perjanjian tersebut merupakan perjanjian politik pertama yang ditandatangani oleh seorang pemimpin Cina Nasionalis dengan negara lain yaitu Komunis Rusia.
Kerjasama tersebut tidak berlangsung lama, sebab Dr. Sun Yat sen mengundurkan diri dari jabatannya sabagai Presiden pada 15 Februari 1912 dan menyerahkanya kepada Yuan Shih Kai.
Sementara di kanton, Chiang Kai Shek sebagai pengganti Dr. Sun Yat Sen semakin tidak suka terhadap penasehat-penasehat Rusia dan kaum komunis Cina. Ia beranggapan bahwa komunis dapat membahayakan persatuan nasional Cina. Untuk itu pada tahun 1926, Chiang kai Shek memberlakukan UU Perang dan melakukan penangkapan terhadap penasehat-penasehat Rusia dan wakil-wakil partai komunis. Hal ini dilakukan oleh Chiang Kai Shek setelah itu mengetahui bahwa tujuan masuknya komunis ke Cina adalah untuk menghancurkan kaum Nasionalis.
Tindakan ini sebagai bentrokan pertama antara Chiang Kai Shek atau Partai Nasionalis dengan Partai Komunis Cina. Apalagi pada tahun 1927 pemerintah Nasionalis Cina memulangkan Borodin dan Blucher ke Rusia dan hal ini juga menyulut terjadinya perpecahan antara kaum nasionalis dan kaum komunis.
Sejak saat itu pertentangan dan permusuhan antara nasionalis dan komunis semakin mendalam, sehingga perang saudarapun tidak dapat dielakan lagi. Dan untuk beberapa saat perang saudara dapat dihentikan, hal disebabkan adanya penyerangan tentara Jepang ke Cina Utara. Dengan penyerangan tersebut menimbulkan terjadinya persatuan nasionalis antara kaum nasionalis dengan kaum komunis yang sepakat untuk melakukan perlawanan dan pengusiran tentara jepang dari wilayah Cina.



Selama Perang Dunia II mereka bersatu, tetapi pada hakekatnya persatuan ini hanya bentuk luarnya saja, karena diri dalam mereka saling berusaha untuk melenyapkan lawannya. Setelah Jepang menyerah dan berakhirnya Perang Dunia II, habislah persatuan palsu antara Nasionalis dan Komunis.
            Perang Nasionalis dan Komunis atau perang saudara timbul kembali pada tahun 1946, setelah mereka bersama-sama melakukan peperangan melawan Jepang (Perang Cina - Jepang). Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perang saudara antara lain
1. Adanya saling curiga mencurigai yang selalu berebut pengaruh dan kekuasaan di wilayah Cina.
2. Adanya perintah Chiang Kai Shek untuk tidak mengakui keberadaan Partai Komunis Cina.
Menurut pendapat Soebantardjo “Sari Sejarah: Asia – Australia” (jilid I; hal 38) dikatakan bahwa sebab khusus perang saudara ini ialah perintah Chiang kai Shek bahwa tentara Jepang tidak boleh kepada siapapun kecuali kepada pemerintah Chungking dan tentara Jepang sebelum itu harus tetap pada tempatnya masing-masing untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Perintah Chiang Kai Shek ini merupakan penghinaan terhadap komunis, dan hal ini yang menjadi sebab khusus terjadinya perang saudara antara nasionalis dan komunis.Upaya perdamaian keduanya sudah lama dilakukan oleh Amerika Serikat, baik pada masa pemerintahan Roosevelt sampai masa pemerintahan Trumans, namun semua usahanya itu akhirnya sia-sia.

Dalam perang saudara ini tentara Nasionalis mengalami kekalahan terus-menerus, meskipun mandapat bantuan dari Amerika Serikat baik ekonomi maupun militer. Kekalahan Partai Nasionals disebabkan oleh :
1. Korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh para pemimpin Nasionalis terhadap bantuan AS.


2. Rasa tidak puas dikalangan tentara Nasionalis, sehingga mereka mudah dipole propaganda pengaruhi komunis                                                                                   
3. Chiang Kai Shek tidak memupuk kekuatan sendiri, tetapi hanya menyadarkan diri kepada Amerika Serikat                                                                                                   
4. Penghentian bantuan AS, karena dipandang tidah bermanfaat lagi.
Sedangkan kemenangan yang diperoleh tentara Komunis disebabkan oleh :
1. Bantuan Rusia sejak awal berdirinya Partai Komunis Cina, apalagi setelah Rusia memperoleh tuntutannya dari Jepang dimana Manchurai dan seluruh senjata jepang diserahkan kepada Rusia. Kemudian oleh Rusia diserahkan kepada tentara Komunis Cina. Sehingga kaum komunis Cina lebih kuat. Begitu juga dengan kedudukan Rusia di Cina menjadi lebih kuat.
2. Dalam kalangan Komunis korupsi diberantas dengan kejam, sehingga pemerintahan menjadi kuat.
3. Komunis membagi-bagikan tanah kepada para petani, dan hal ini menimbulkan semangat berperang bagi para petani.
Akhirnya seluruh Cina dapat dikuasai oleh Komunis dan pada tanggal 1 Oktober 1949, Mao Tze Tung memproklamsikan berdirinya Republik Rakyat Cina dengan ibu kotanya Peking. Sementara Chiang Kai Shek dengan pendukungnya pindah ke Taiwan.
3.2 Proses terjadinya konflik
A. Long March 1934-1935
Setelah terjadinya pergantian kepemimpinan Partai Komunis Cina ke Tang Mao Tse Tung, komunis berhasil membangun 15 basis di pedesaan dan membentuk pemerintahan tandingan di wilayah selatan dan tengah Cina. Tahun 1934 kaum komunis mendapat serangan yang hebat dari kaum nasionalis, maka kaum komunis di Kiangshi meninggalkan daerah tersebut untuk mencari daerah yang lebih strategis. Maka pada tahun 1934 tersebut itu juga mereka mulai melakukan eksodus besar-


besaran ke arah Barat laut Cina yang dikenal dengan nama “Long March”, atau perjalanan panjang , yang dalam sejarah Cina kegiatan tersebut sangat terkenal di kalangan masyarakat Cina.
Menurut pendapat Soebantardjo “Sari Sejarah: Asia – Australia” (jilid I: hal 35) dikatakan bahwa alasan-alasan melakukan Long March adalah sebagai berikut :
1. Menjauhkan diri dari pusat kegiatan komunis.
2. Mendekatkan diri kepada Rusia, agar mudah mendapatkan bantuan ekonomi dan militer.
3. Sifat penduduk utara lebih murni (petani tulen) dari pada daerah Cina Selatan yang telah terkena pengaruh Barat.
Tujuan akhir dari Long march adalah kota Yenan di propinsi Shaansi, Cina Barat laut yang sudah dipersiapkan oleh salah seorang kader komunis yaitu Kao kang. Menurut perhitungan strategis daerah Yenan berada diluar jangkauan serangan tentara Nasionalis, sehingga mereka punya kesempatan untuk menghimpun komunis dalam waktu yang singkat.
Long March ini memiliki arti yang sangat penting bagi Partai Komunis Cina, karena merupakan ujian dan saringan untuk mendapatkan tenaga inti komunis yang dapat dipercayai dan merupakan bukti kedaulatan kaum komunis serta sepanjang perjalanan mereka menyebarkan ajaran-ajaran demokrasi dan persamaan sosial yang merupakan paham komunis.
Menjelang akhir 1935, kaum komunis telah menempuh jarak lebih dari 9.700 kilometer melalui rute berliku-liku untuk mencapai Provinsi Shaansi di Cina Utara. Dari sekitar 100.000 orang pada awalnya perjalanan ini, hanya sekitar 20.000 orang yang mampu bertahan dikota Yenan. Selama perjalanan panjang ini Mao Tse tung memimpin Partai Komunis Cina sedangkan Chu The memimpin tentara Merah yang merupakan pasukan inti dari Partai Komunis Cina. Dengan bermodalnya lebih kurang 20.000 orang yang terdiri Tentara Merah dan para kader komunis Mao Tse Tung menyusun dan


memperkokoh pemerintahan komunis di Yenan. Dan dari pengkalan inilah nanti Mao Tse Tung dengan pasukanya akan bergerak keseluruhan wilayah Cina.
Selama Mao Tse Tung menjalani hidupnya di kota Yenan, ia merumuskan pandangan-pandangan yang kemudian dipaksakan diseluruh wilayah Cina. Dalam teori-teori Mao tidak selalu terdapat konsistensi, dan dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Sebaliknya pikiran Mao mengalami banyak modifikasi , bahkan yang menyangkut hal-hal pokok sekalipun. Kendati ia mengklaim dirinya sebagai penganut Marxisme-Leninisme dan bagian-bagian penting yang dari pemikirannya merupakan Leninisme yang ortodok, justru sejak awal pandangan-pandangannya mencerminkin sifat-sifat khusus pada masyarakat Cina.
Menurut William Ebenstein dan Edwin Fogelman “Isme-isme Dewasa Ini” (hal 86), beberapa tema yang merupakan doktrin yang bersifat Maoisme adalah sebagai berikut
1. Peranan desa lebih penting daripada kota.
2. Tentara Merah lebih penting daripada aksi massa
3. Semangat revolusi lebih penting daripada keahlian teknis
4. Kekuatan subyektif lebih penting daripada kenyataan obyektif.
Doktrin-doktrin inilah yang oleh mao Tse Tung dijadikan modal dalam mencari dukungan rakyat Cina dan dengan doktrin ini jugalah hingga akhirnya Mao Tse Tung dan partainya dapat mengalahkan kaum nasionalis dalam perang saudara.
B. Perang Sipil China Berlanjut 1946-1949                                                           
Pada Juli 1946, Kuomintang dengan dukungan aktif AS dan Kungchangtang, menjerumuskan Tiongkok ke dalam perang sipil besar-besaran dengan kebrutalan yang tiada taranya dalam sejarah Tiongkok. Chiang Kai-shek meluncurkan sebuah ofensif kontra-revolusioner melawan TPR. Ia telah melakukan persiapan seksama, dan pada waktu itu KMT mempunyai pasukan sebanyak hampir tiga setengah kali lipat daripada TPR. Sumber-sumber materialnya pun jauh lebih unggul. Ia mempunyai akses ke


industri-industri modern dan sarana-sarana komunikasi modern, yang justru tidak dimiliki oleh TPR. Secara teoritis, seyogyanya Chiang dapat meraih kemenangan dengan mudah.
Pada tahun pertama perang sipil (Juli 1946-Juni 1947), Kuomintang berada pada posisi ofensif dan TPR terpaksa berada dalam posisi defensif. Mula-mula pasukan-pasukan Chiang bergerak maju dengan cepat, menduduki banyak kota dan daerah yang dikontrol oleh TPR. Pasukan-pasukan KMT mencapai sesuatu yang nampak sebagai sebuah kemenangan yang menentukan tatkala mereka merebut ibukota TPR, Yenan. Banyak pengamat menganggap hal ini sebagai pertanda kekalahan yang menentukan bagi TPR. Tapi anggapan ini tidak tepat. Berhadapan dengan rintangan yang sama sekali tidak menguntungkan, Mao memutuskan untuk melakukan penarikan-mundur yang strategis. Mao mengambil keputusan untuk tidak berupaya mempertahankan kota-kota besar dengan pasukan-pasukan yang kurang unggul. Alih-alih ia berkonsentrasi pada daerah-daerah pedesaan, di mana ia mempunyai basis yang solid di kalangan kaum tani; dari sana ia dapat mengumpulkan-kembali dan mengkonsentrasikan pasukan-pasukannya untuk melancarkan serangan balik.
Apa yang gagal disadari kaum imperialis AS dan Chiang Kai-shek adalah bahwa senjata paling efektif yang ada di tangan TPR bukanlah senapan atau tank, tetapi propaganda. Mao TPR menjanjikan kepada kaum tak bertanah dan kaum tani yang kelaparan bahwa dengan berjuang untuk TPR mereka akan bisa merebut tanah pertanian dari para tuan-tanah. Dalam hampir semua kasus, daerah pedesaan sekitar dan kota-kota kecil telah berada di bawah kontrol TPR jauh sebelum kota-kota besarnya. Inilah asal-muasal teori, “Desa Mengepung Kota”.
Ketika Stalin mengubah garis Komintern dari kebijakan-kebijakan ultra-kiri “Periode Ketiga” (1928-1934) menjadi kebijakan-kebijakan oportunis frontisme-popular, Mao merevisi program agrarianya. Ia meninggalkan kebijakan sebelumnya yang radikal, yakni “tanah bagi penggarap”, dan menggantikannya dengan kebijakan yang lebih moderat, yakni penurunan harga sewa tanah. Ia mempunyai gagasan untuk memenangkan dukungan dari “para tuan-tanah yang progresif” (!). Tapi, setelah 1946 ia mengubah lagi kebijakannya:


“Kebijakan agraria yang selanjutnya adalah lebih radikal daripada kebijakan agraria dalam periode 1937-45, yang melibatkan penurunan bunga pinjaman dan harga sewa daripada reformasi agraria yang menyeluruh; tetapi taktik-taktik baru ini dimaksudkan bersifat gradual dan disesuaikan dengan kondisi-kondisi setempat. Mao masih bermaksud mengikutsertakan kaum menengah-kaya yang patriotik dalam ‘front-persatuan yang sangat luas’ yang ingin dia pertahankan. Baru setelah beberapa tahun kaum Komunis mengontrol daerah tersebut, semua tanah didistribusikan ulang; untuk sementara reforma tidak boleh mempengaruhi lebih dari sepersepuluh penduduk. Mao juga menyebabkan pemberlakuan kembali ‘tiga aturan disiplin’ dan ‘delapan pokok perhatian’; dalam satu atau lain bentuk, ini telah mengekspresikan selama hampir dua puluh tahun penghormatan terhadap penduduk sipil dan pencegahan terhadap penjarahan, yang membedakan Tentara Merah dari semua tentara yang pernah dilihat kaum tani Tiongkok pada masa silam, dan sangat berkontribusi dalam memenangkan dukungan penduduk.” (Stuart Schram, Mao Tse-Tung, p.242.)
Kemudian para tawanan dikirim pulang untuk menyebarkan pesan di kalangan kaum tani dan prajurit-prajurit lainnya bahwa TPR bermaksud mendistribusikan tanah para tuan-tanah kepada kaum tani. Dengan menjanjikan tanah kepada kaum tani, TPR berhasil memobilisir kaum tani dalam jumlah yang sangat besar agar dapat digunakan untuk bertempur dan menyediakan dukungan logistik. Ini terbukti sangat efektif. Tentara Chiang barangkali mengalami tingkat desersi tertinggi dari tentara manapun dalam sejarah. Artinya, kendati banyak jatuh korban, TPR sanggup untuk terus bertempur dengan pasokan rekrutmen baru yang konstan.
Semasa Kampanye Huaihai saja mereka mampu memobilisir 5.430.000 kaum tani untuk bertempur melawan pasukan-pasukan KMT. Stuart Schram menunjukkan bahwa TPR bertambah besar secara dramatis.
“Semasa 1945 pasukan-pasukan militer yang berada di bawah komando Tentara Rute VIII dan Tentara Baru IV telah meluas dari jumlah sekitar setengah juta menjadi sekitar satu juta orang. Pasukan Kuomintang kira-kira empat kali lebih banyak dari jumlah tersebut. Pada pertengahan 1947, setelah setahun perang sipil berskala besar, perbandingannya bergeser dari satu banding empat menjadi satu banding dua.”Di


setiap desa, TPR mendistribusikan tanah kepada kaum tani. Tetapi mereka selalu menyisakan sejumlah kapling – untuk prajurit-prajurit dari tentara Chiang Kai-shek. Para prajurit KMT yang tertangkap tidak dibunuh atau diperlakukan buruk, sebaliknya mereka diberi makan dan diberi perawatan medis, dan kemudian diberi pidato-pidato politik yang mengutuk rezim Chiang Kai-shek yang korup dan reaksioner.
D. Kubu Nasionalis Mundur Ke Taiwan
Setelah mengalami kekalahan dari pasukan komunis yang dipimpin Mao Zedong, para pemimpin nasionalis termasuk Chiang Kai-shek, Tiongkok mundur ke pulau Taiwan yang mereka jadikan sebagai ibu kota baru. Dikutip dari laman History, peristiwa itu menandai berakhirnya perang sipil antara pasukan nasionalis dan komunis, serta dimulainya skenario "dua Tiongkok," dengan Tiongkok daratan berada di bawah kendali komunis hingga saat ini.
Pada saat itu, banyak pengamat berharap bahwa berakhirnya pertempuran, dan keputusan kubu Nasionalis Tiongkok untuk mendirikan pemerintahan terpisah di Taiwan, akan mempermudah pemerintah asing untuk mengakui pemerintahan komunis Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Namun, bagi Amerika Serikat, hal itu menyebabkan persoalan diplomatik yang rumit. Para pelobi Tiongkok di AS, individu atau kelompok yang mendukung kubu nasionalis, meminta Presiden AS Harry S. Truman untuk terus mendukung pemerintahan Chiang Kai-shek. Langkah pemerintahan Truman untuk mengakui pemerintah Nasionalis Taiwan, memicu kemarahan Mao, yang kemudian menutup hubungan diplomatik dengan AS. Tapi, pada 1970an, AS berusaha menjalin hubungan ekonomi dengan Tiongkok. AS memerlukan pemerintahan komunis RRC, untuk menjadi penyeimbang atas kekuatan Uni Soviet. Pada 1979, AS secara resmi mengakui RRC.


3.3 Penyelesaian Konflik
            Kerjasama Tiongkok-Taiwan yang Muncul Li Mingjiang 19 April 2010 Proposal untuk kerja sama antara Cina daratan dan Taiwan di Laut Cina Selatan telah muncul. Beijing dan Taipei dapat bergandengan tangan untuk mengatasi tantangan keamanan non-tradisional di daerah tersebut. Kerja sama seperti itu akan berdampak signifikan pada sengketa Laut Cina Selatan. Dalam masa lalu beberapa bulan, ada seruan yang meningkat untuk kerja sama antara Cina daratan dan Taiwan di Laut Cina Selatan. Proposal ini datang tidak hanya dari komunitas ilmiah tetapi juga kalangan pembuat kebijakan di kedua belah pihak. Seberapa besar kemungkinan proposal ini diadopsi oleh kedua pihak? Bagaimana mungkin kedua pihak bekerja sama di Laut Cina Selatan? Apa dampak kerja sama tersebut terhadap sengketa Laut Cina Selatan?
               UsulanUntuk waktu yang lama, para sarjana di Cina daratan dan Taiwan memiliki pandangan bahwa kedua pihak dapat dan harus bekerja sama untuk melindungi kepentingan bersama mereka di Laut Cina Selatan. Tetapi karena alasan yang jelas, gagasan seperti itu jarang mendapat dukungan di tingkat resmi. Kedua belah pihak, bagaimanapun, telah menyelenggarakan seminar bersama tentang kerja sama dalam studi ilmiah kelautan. Sejauh ini, tujuh seminar semacam itu telah diadakan. Sebagai refleksi dari, dan mungkin didorong oleh, hubungan lintas-selat yang membaik, seminar bersama ketujuh diadakan pada Agustus 2008 di mana Chen Lianzeng, wakil menteri Administrasi Kelautan Negara Cina hadir. Chen menyerukan kerja sama konkret antara daratan Cina dan Taiwan untuk mencegah dan mengurangi bencana maritim dan upaya bersama untuk melindungi kepentingan bersama maritim kedua belah pihak. Para peserta seminar lebih lanjut menyarankan agar kerja sama maritim dimasukkan dalam pembicaraan antara Asosiasi daratan China untuk Hubungan Selat Taiwan (ARATS) dan Straits Exchange Foundation (SEF) yang berbasis di Taiwan. Seruan untuk kerjasama lintas selat di Laut Cina Selatan semakin meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Pada November 2009, di lingkungan akademik nominal di Taipei, Letnan Jenderal (pensiunan) Li Jijun, mantan wakil presiden Akademi Ilmu Militer Tiongkok dan mantan direktur Jenderal.    Kantor Komisi Militer Pusat China, menyarankan agar Beijing dan Taipei mengoordinasikan kegiatan pertahanan mereka di Laut Cina Selatan. Selama sesi parlemen China pada bulan Maret 2010, Huang Jiaxiang, komisaris politik Armada Angkatan Laut Selatan PLA, secara tegas menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa angkatan laut Tiongkok dapat bekerja sama dengan angkatan laut Taiwan di Laut Cina Selatan. Mayor Jenderal Luo Yuan dari Akademi Ilmu Pengetahuan Militer Tiongkok juga mengusulkan selama sesi parlemen yang sama bahwa Taiwan mungkin dapat mengizinkan kapal angkatan laut China untuk memiliki akses ke dukungan logistik di pulau Itu Aba (Taiping), pulau terbesar di Spratly yang saat ini berada di bawah Kontrol Taiwan, dalam kasus krisis di Laut Cina Selatan. Pada forum kelautan lintas selat yang diadakan di Taiwan pada akhir Maret, Chen Yue, seorang pejabat senior dengan Administrasi Kelautan Negara Cina, mencatat bahwa daratan Cina dan Taiwan juga dapat menjalin kerja sama untuk melindungi kedaulatan dan yurisdiksi atas pulau Diaoyu (Senkaku) dan pulau-pulau dan pulau-pulau di Laut Cina Selatan. Chiau Wen-Yan, wakil menteri Administrasi Perlindungan Lingkungan Taiwan, mengusulkan bahwa daratan Cina dan Taiwan mungkin dapat bekerja sama untuk mengubah pulau Taiping menjadi taman perdamaian internasional dan untuk terlibat dalam kegiatan arkeologi di Laut Cina Selatan. Chen mendukung proposal Chiaw  Kerjasama apa yang mungkin dilakukan?
Gagasan kerja sama Tiongkok-Taiwan daratan di Laut Cina Selatan bukanlah angan-angan. Kedua belah pihak memiliki klaim yang hampir sama di Laut Cina Selatan. Namun, mungkin terlalu dini untuk mengharapkan realisasi proposal spesifik yang digariskan oleh kedua belah pihak sejauh ini. Sebagai gantinya harus ditekankan bahwa kerja sama substantif yang melibatkan pasukan angkatan laut dari kedua belah pihak tidak akan layak dalam waktu dekat. Karena kurangnya rasa saling percaya militer antara daratan Cina dan Taiwan, sulit untuk membayangkan bahwa kedua pihak dapat menyetujui kerja sama militer yang substantif di Laut Cina Selatan. Para pembuat keputusan di Taiwan khususnya masih jauh dari siap untuk terlibat dengan rekan-rekan di daratan mereka untuk menjalin kerja sama keamanan di Laut Cina Selatan, khawatir langkah-langkah seperti itu dapat menjadi bumerang di atmosfer politik lokal. Namun demikian, peningkatan dramatis dalam hubungan lintas-selat dalam beberapa tahun 
terakhir telah memungkinkan kedua pihak untuk bekerja sama dalam bidang fungsional tertentu, misalnya, anti-pembajakan, anti-perdagangan manusia, anti-penyelundupan, penyelundupan, pencarian dan penyelamatan, perlindungan lingkungan, dan studi ilmiah di Laut Cina Selatan. Mengingat fakta bahwa baik daratan dan Taiwan telah memperluas dan mengintensifkan patroli maritim mereka di Laut Cina Selatan dan lebih banyak bisnis perikanan Taiwan bergerak ke selatan di daerah itu, Beijing dan Taipei mungkin merasa berguna untuk mengoordinasikan kebijakan penangkapan ikan mereka dan bergandengan tangan untuk melindungi komunitas nelayan mereka. Bahkan, kerja sama bilateral tentang isu-isu kelautan yang kurang sensitif telah muncul. Pada akhir 2009, Cina daratan dan Taiwan menandatangani perjanjian untuk mengatur kerja sama antara sektor perikanan mereka. Kerja sama mereka dalam mengatasi berbagai tantangan maritim di Selat Taiwan dapat diperluas ke wilayah Laut Cina Selatan. Langkah-langkah kerja sama tambahan semacam itu mungkin bisa mengarah pada kolaborasi yang lebih substantif di Laut Cina Selatan di bidang keamanan non-tradisional. Prospek kerja sama formal semacam itu dapat dikonsolidasikan jika KMT memenangkan pemilihan presiden Taiwan dalam dua tahun dan kebijakan China daratannya tidak berubah secara fundamental. Kemungkinan dampak pada sengketa Laut Cina SelatanKerjasama fungsional antara Cina daratan dan Taiwan akan membawa tekanan signifikan pada negara-negara penuntut lainnya di Laut Cina Selatan. Selama bertahun-tahun, negara-negara penuntut telah membahas kemungkinan kerja sama di Laut Cina Selatan untuk menghadapi berbagai tantangan keamanan non-tradisional, yang diuraikan dalam Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan. Cina dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan kemampuannya secara signifikan dalam menghadapi tantangan-tantangan maritim ini. Tiongkok Daratan dan Taiwan yang bekerja bersama dapat memainkan peran aktif dalam menghadapi tantangan-tantangan ini. Negara-negara regional akan segera menyadari bahwa kepentingan mereka dapat dipertaruhkan jika mereka memilih untuk tidak berpartisipasi dalam kegiatan ini. Atau, mereka dapat memilih untuk menentang dan menghadapi kegiatan bersama dari daratan Cina dan Taiwan dan, sebagai akibatnya, menciptakan krisis di Laut Cina

Selatan. Mengingat tren yang sedang berlangsung dalam sengketa Laut Cina Selatan, negara-negara penuntut lainnya kemungkinan besar akan memutuskan untuk bergabung dengan langkah-langkah kerja sama tersebut, meskipun orang harus mengakui bahwa ada banyak ketidakpastian. Skenario ini, jika terjadi, akan secara signifikan menstabilkan Laut Cina Selatan
 

BAB IV
KESIMPULAN
            Dari adanya sebuah Pemerintahan Republik Nasional China ini menjadikan pertanda bahwa China memasuki babak baru yaitu menuju modernisasi dimana China ingin bisa di sejajarkan dengan bangsa-bangsa lain terutama bangsa Eropa. Kemudian pada tahun 1912 sebuah partai komunis muncul di China. Partai Komunis China ini merupakan sebuah bentuk kerjasama dengan pihak Rusia, dimana yang kita tahu bahwa Rusia adalah Negara yang menganut sistem Pemerintahan komunis. Keresahan mulai di rasakan Partai Nasionalis China pada saat Dr Sun Yet Sen lengser dan di gantikan oleh Chiang Kai Shek yang tidak suka terhadap adanya penasihat-penasihat Rusia dan Partai Komunis China. Untuk itu pada tahun 1926, Chiang Kai Shek memberlakukan UU perang dan melakukan penangkapan terhadap penasihat-penasihat Rusia dan wakil-wakil partai komunis. Hal ini dilakukan oleh Chiang Kai Shek yang mulai mengetahui bahwa tujuan masuknya komunis ke China untuk menghancurkan Partai Nasionalis. Tindakan ini merupakan bentrokan pertama antara Partai Nasionalis dengan Partai Komunis. Dan pada tahun 1927 pemerintah Nasional China memulangkan Borodin dan Blucher ke Rusia hal ini juga yang membuat terjadinya perpecahan antara kaum Nasionalis dengan kaum Komunis. Sejak saat itu pertentangan dan permusuhan antara partai nasionalis dan partai komunis semakin mendalam, sehingga perang saudarapun tidak dapat dielakan lagi. Dan untuk beberapa saat perang saudara dapat dihentikan, hal ini disebabkan adanya penyerangan tentara Jepang ke Cina Utara. Dengan penyerangan tersebut menimbulkan terjadinya persatuan dan kesatuan antara kaum nasionalis dengan kaum komunis yang sepakat untuk melakukan perlawanan dan pengusiran tentara jepang dari wilayah Cina. Setelah keduanya berhasil mengusir Jepang dari daratan China perseturuan keduanya kembali memanas pada tahun 1934-1935 pada saat itu Partai Nasionalis berhasil mendominasi di wilayah daratan China. Tidak ingin kalah dari itu Partai Komunis melakukan starategi yang diberi nama Long March yang bertujuan untuk menjauhkan diri dari pusat kegiatan komunis, mendekatkan diri kepada Rusia agar mudah mendapatkan bantuan ekonomi dan militer, Sifat penduduk utara lebih murni (petani tulen) dari pada daerah Cina Selatan yang telah terkena pengaruh Barat. Strategi inilah yang oleh mao Tse Tung


dijadikan modal dalam mencari dukungan rakyat Cina dan dengan doktrin ini jugalah hingga akhirnya Mao Tse Tung dan partainya dapat mengalahkan kaum nasionalis dalam perang saudara. Kemudian Pada Juli 1946, Kuomintang dengan mendapat  dukungan aktif dari AS dan Kung Chang Tang, menjerumuskan Tiongkok ke dalam perang sipil besar-besaran dengan kebrutalan yang tiada taranya dalam sejarah Tiongkok. Chiang Kai-shek meluncurkan sebuah ofensif kontra-revolusioner melawan TPR.
Namun,TPR pun tidak mau kalah ia melakukan sebuah rencana yang menjanjikan kepada kaum tak bertanah dan kaum tani yang kelaparan bahwa dengan berjuang untuk TPR mereka akan bisa merebut tanah pertanian dari para tuan-tanah. Dalam hampir semua kasus, daerah pedesaan sekitar dan kota-kota kecil telah berada di bawah kontrol TPR jauh sebelum kota-kota besarnya. Inilah asal-muasal teori, “Desa Mengepung Kota”. Dan dari starategi ini Partai Komunis berhasil menguasai China Daratan dan memukul mundur Partai Nasionalis. Partai Nasionalis dan para pengikutnya melarikan diri ke Taiwan. Disana Partai Nasionalis mendirikan Negara sendiri yang di beri nama “Republik Of China” atau Taiwan. Meskipun sebenarnya Tiongkok atau China mengklaim bahwa itu adalah bagian dari wilayahnya dan menggap bahwa Partai Nasionalis membangkang dari pemerintahan China. Karena adanya peran Amerika Serikat membuat China tidak bisa berbuat banyak lagi. Peristiwa itu menandai berakhirnya perang sipil antara pasukan nasionalis dan komunis, serta dimulainya skenario "dua Tiongkok," dengan Tiongkok daratan berada di bawah kendali komunis hingga saat ini. Dan kedua Negara ini pun sekarang sudah bisa menjalin hubungan yang baik dalam politik, ekonomi, dan sosial budaya.


Daftar Pustaka
di akses pada tanggal 29 januari 2019 pukul : 14.32
di akses pada tanggal 19 januari 2019 pukul : 19.28
 di akses pada tanggal 19 januari 2019 pukul : 19.34
 di akses pada tanggal 19 januari 2019 pukul : 19.35
 di akses pada tanggal 19 januari 2019 pukul : 19.37
https://www.matamatapolitik.com/mengapa-perang-dengan-taiwan-lebih-buruk-daripada-perang-dengan-korea-utara/    
di akses pada tanggal 19 januari 2019 pukul : 19.38
di akses pada tanggal 22 januari 2019 pukul : 20.48
https://id.globalvoices.org/2016/02/22/apakah-taiwan-sebuah-negara-pulau-merdeka-wilayah-yang-memisahkan-diri-atau-sebuah-provinsi-tiongkok/  
di akses pada tanggal 2 februari  pukul  11.12
https://www.kaskus.co.id/thread/5651b67d529a4541688b4567/civil-war-in-china/ 
di akses pada tanggal  6 februari 2019 pukul  20.14
di akses pada tanggal  6 februari pukul  20.17

Konflik Saudara Tionghoa

MAKALAH KONFLIK SAUDARA TIONGHOA GURU PEMBIMBING Abdul Somad S,s DISUSUN OLEH Stephanie Chantika XII IPS 4 JL. ...